Wanita Millenium ? . Gambar:Google |
*** Sambung hati ini
, kami lakukan dalam bahasa Jawa Kromo-Inggil
- tetapi saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia Pop - agar lebih akrab - ….. go on.
===============================
“ Benar , benar Ibu, setelah estafet emansipasi kami pegang
, meskipun ada hambatan sana-sini , tetapi tetap melaju dengan lancar.
Iya Ibu, keadaan sekarang tidak seperti waktu jaman Ibu
dahulu.
Jaman modern itu sudah berubah jadi jaman millennium, jaman yang lebih modern
lagi –super modern.
Banyak perubahan bagi kami
?
Tentu Ibu, kami sekarang sudah bebas , sekolah , kuliah ,
kerja dan bisa jadi apa saja.
Iya betul , banyak yang jadi.
Sekarang tidak ada pekerjaan yang tidak bisa kami capai.
Dari buruh sampai direktur , dari sopir becak sampai sopir
kapal terbang ada.
Dari lurah , bupati , gubernur , presiden juga bisa dicapai
wanita.
Iya, iya Presiden itu seperti raja/ratu , tapi lewat pilihan
rakyat.
Mirip pilihan lurah gitu tapi nggak pakai bumbung bamboo ,
tapi pakai coblosan.
Oh, iya, kami juga sudah bisa masuk militer, angkatan apapun
kami bisa masuk.
Bahkan sudah ada yang berpangkat jendral lho
Apa ? Laki –laki ?
Kami tidak mengerti, apa mereka terdesak oleh kemajuan kami
ini.
Oh , tidak Ibu , bahkan masih banyak laki2 yang masih pengin membahagiakan perempuan .
Sampai banyak yang mau korupsi dan masuk penjara.
Apa Ibu ? Oh , korupsi itu mengambil uang Negara – ya,
ya betul , sama dengan mencuri – hehe, iya merampok , karena banyak banget yang
digarong.
Yang perempuannya ? , gimana ya , sayangnya yang jadi rampok
itu ya banyak juga yang wanita dan tampaknya makin banyak saja.
Memang uang bukan segalanya, tetapi ternyata segalanya butuh
uang Ibu, kata mereka.
Memang Ibu, kebutuhan sekarang banyak sekali – betul , tapi
lebih banyak lagi.
Sekarang kita juga butuh ivestasi juga untuk masa depan,
iya, semacam tabungan.
Investasi ? , macam2 Ibu , ada tanah , berlian, emas , rumah , valas , apartemen.
Valas itu valuta asing , jadi kita menanamkan uang kita,
…oh, Ibu malah bingung ya ?
Ya ? , apartemen itu rumah susun yang komplet, ada yang
ngurus sendiri.
Kita kan
repot bekerja, tidak sempat ngurus rumah --oh, iya , seperti hotel , tapi kita bisa
beli per bagian , jadi praktis.
Betul , sekarang makin ramai , penduduk Indonesia , dahulu belum ada ya Ibu
? , penduduknya hampir 240 juta.
Kami sudah punya pemerintahan sendiri , sudah merdeka ,
lepas dari Belanda.
Pemerintahnya, pasti bingung dan kacau balau ngurus orang
begitu banyak.
Oh, tidak Ibu, sekarang kami tidak naik kereta kuda.
Sekarang mobil sudah lebih modern , canggih, dan praktis ,
kami bisa nyopir sendiri , lebih bebas
kemana-mana.
Jalan2 juga makin banyak dan panjang2, sayang masih
tambal-sulam.
Apa Ibu ? , anak-anak ? , selalu kami pantau lewat BB kami
Apa Ibu, kunyit ? , sirih ? ,beluntas ? , bukan , bukan Bau- Badan , tapi BlackBerry, tilpun nir kabel , tilpun yang nggak ada kabelnya, bisa kami
bawa ke-mana2.
Tidak seperti telepon jaman Ibu dahulu , bentuknya praktis ,
gampang dipegang pakai satu tangan saja.
Oh, Ibu tidak bisa membayangkan ? , pokoknya seperti kotak kecil dan bisa untuk nilpun., anak2
masing2 juga punya sendiri.
Apa Ibu ? , poligami
?
Sekarang hal itu cuma terjadi didesa pelosok.
Biasanya si wanita dari keluarga miskin dan butuh bantuan
keuangan dari laki2 yang mencari kesempatan dalam kesempitan itu.
Dikota lain lagi, pokokmya siapa yang punya duit banyak ,
bisa saja punya banyak simpanan ,
termasuk bisa juga menyimpan isteri atau suami tambahan.
Betul Ibu, wanita sekarang juga bisa punya suami simpanan ,
namanya gigolo.
Yang membeayai ya si-wanita itu,…Ibu ? --
Ibu ?
Lho , ibu merasa pusing
? , ….Ibu ?
Ups , sambungannya terputus , saya khawatir Ibu Kartini
jatuh pingsan disana.
=============================
Caprib ( Catatan
Pribadi ) :
Jangan takut kritik. Sebab kemajuan sering dibangun karena
adanya kritik.
Kritik yang membangun mendatangkan pembaharuan2 dalam segala
bidang.
Terimalah kritik dengan tangan terbuka dan lapang dada ,
meskipun kritikan itu menunjukkan kelemahan anda .
( Anonymous ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar