 |
Seperangkat kopi pagi. Gambar:wartakotalive.com |
Yang saya ingat , ayah saya setiap pagi punya kebiasaan
membaca diruang kerja beliau sambil selalu tersedia ada minuman kopi panas
di meja.
Ibu dan saya minum teh
hangat yang tersedia , karena ibu dan saya tidak suka minum kopi.
Waktu itu tahun 50-an , saya masih SR/SD sekarang – belum
pada lahir ya ?
Dan kopi itu bukan kopi sachet seperti sekarang, yang
gampang diseduh, tetapi kopi bubuk hasil racikan sendiri.
Maksudnya kopi bubuk itu kopi buatan rumah bukan beli di toko.
Biji kopinya sih beli, terus disangrai sendiri tanpa
campuran apapun., kopi murni istilahnya .
Biasanya tugas itu diserahkan pada pembantu tertua yang
memang sudah ahli bikin bubuk kopi yang pas.
Ternyata membuat bubuk kopi itu butuh waktu lama, karena biji kopi harus di sangrai sampai hitam dengan
kematangan tertentu , apinya harus konstan .
Kemudian ditumbuk/dihaluskan
dalam lumpang /penumbuk dari besi ,baru di ayak sampai dua/tiga kali , sampai halus lembut.
Sampai menikah ,saya
tetap tidak suka minum kopi.
Ceritanya , sesudah menikah dan saya pindah kerumah
keluarga suami saya.
Dirumah itu hanya ada
ibu mertua , suami dan beberapa
pembantu.
Pagi-pagi , dimeja sudah tersedia teko yang berisi kopi
panas , ada gula , susu dan cangkir serta sendok teh , makanan ringan juga.
Saya harus minta maaf karena saya tidak biasa minum kopi di
pagi hari , jadi selanjutnya setiap pagi disamping seperangkat kopi , sekarang
juga tersedia teko teh untuk saya.
Karena saya sering melihat suami dan ibu mertua yang
nyeruput kopi di pagi hari , kok sepertinya enak juga
Pernah saya mencoba sedikit , -- uh, ternyata saya tersedak
, ampasnya ikut tertelan , aduh , enggak enak sekali , sampai terbatuk-batuk.
Oh , ya waktu itu kopi selalu tersedia dengan ampasnya. Saya
berpikir , ini minuman kok rumit dan sulit banget , tidak praktis.
Waktu saya hamil , -- jangankan kopi , segala minuman
seperti teh , air , susu aneka rasa ,
syrup dll, dsbnya tidak bisa masuk .
Selama ngidam – ini bukan bermanja ria lho , beneran kok ,
karena saya tidak bisa mencegahnya ,
bawaan bayi .
Saya hanya minum susu tawar
( tanpa campuran gula atau apapun ) ,
keju eddamer , yang sering saya cemal-cemil sedikit-sedikit dan buah langsat.
Langsat/langsep itu seperti duku tapi ada rasa kecut segernya , enak sekali.
Dan saya tetap segar bugar , tanpa makan yang lain selama
kurang lebih dua bulan.
Kalau makan/minum
yang lain , selain tiga itu , saya bisa muntah-muntah.
Tapi ada seorang dokter sahabat saya yang terus mengawani saya , dia sedang mengambil spesialis
kandungan waktu itu.
Kemudian mulai ada kopi sachet , yang tidak usah mensangrai
, numbuk dan ngayak , tapi tinggal sobek
tuang dalam cangkir ,kemudian
beri gula dsbnya , tuangi air panas , aduk-aduk – beres.
Waktu itu saya juga belum suka kopi , meskipun ada kopi
sachet tanpa ampas .
Jika tidak terpaksa dan tidak ada pilihan lain.,
saya baru meliriknya.
Tetapi saya akhirnya jadi suka kopi , agak kecanduan
sedikitlah , ada riwayatnya.
Suami saya itu punya hobby mancing , bukan di sungai tetapi di laut.
Kadang jika besok
hari libur , kita suka berkelana naik
kapal dilaut , semalaman mancing .
Atau jika ngajak
keluarga , cukup di dermaga/kade saja. , yang
tidak berbahaya.
Jika hari libur dermaga itu sepi, tidak ada kapal yang
bersandar , keadaannya bersih , lapang
dengan lampu benderang yang menerangi.
Diantara cemilan/makanan
yang kami bawa , kami selalu menyediakan kopi di termos besar , juga
malam itu , karena kita bakal semalaman ada disitu.
Keadaan dermaga jika
malam larut , amatlah memukau , disitulah indahnya alam ini.
Tenang , hening , hanya desau air laut yang terdengar.
Sepandang mata memandang cuma bintang-bintang dilangit yang gemerlap dan
berkedip seolah menyapa.
Dan disana sini ,
muncul bagaikan hantu malam para manta/ikan pari yang menyembul dari
dalam laut dan kemudian berdebur menyeruak
kembali dengan misteriusnya.
Saya sering terpesona memandangi keelokan nuansa yang indah itu.,
dengan kagum .dan takjub.
Dari kade keadaan itu tergambar dengan jelas dan menyentuh.
Angin di dermaga cukup semribit bertiup ( halus tapi kencang ) dan cuaca dingin
menerpa.
Karena itu saya
sering membawa aneka cemilan dan kopi panas dalam mug yang besar ke pinggir
dermaga.
Malam itu saya menikmati pemandangan indah , sambil makan martabak yang lezat gurih dan kopi panas yang sedap , ah , … kombinasi
yang sulit terlukiskan .
Karena sering saya lakukan , kemudian jadi kebiasaan yang nyaman , jadi ketagihan .
Sejak itu saya tidak alergi lagi dengan kopi, bahkan
terkadang dengan minum kopi dan cemilan , rasanya masih tergambar jelas
pemandangan malam larut , dilaut lepas nan tak terlupakan itu.
Sekarang , kebiasaan itu tetap berlanjut , tetapi saya
dengan anak saya lebih memilih kopi
putih /white coffee saja .Kopi itu agak
ringan dan terasa lebih pas .
Juga karena yang jelas
tiada ada ampas bagi kami , minumnya tidak repot , tapi mulus dan nikmat , segar.