Joged Bumbung. Gambar:museum-pasifika.com |
Beberapa waktu yang lalu, saya menulis tentang goyang
Candoleng-Doleng dari Makasar yang cukup
heboh itu.
Dari beberapa komen yang saya terima, ternyata bahwa ada
lagi tarian/joged/goyang yang sejenis dari Bali .
Karena penasaran, tapi saya gaptek , jadi saya minta tolong anak saya untuk
mencarikan tarian/gaya itu di Internet , seperti apa sih.
Ternyata namanya Bumbung dan berasal dari Bali .
Hal itu bisa dilihat dari busana penarinya dan irama yang
mengiringinya.
Situasinya tak berbeda jauh dari Candoleng-Doleng.,
hiruk-pikuk.
Tetapi jika Candoleng-Doleng, penyanyinya membuka busana
bagian depan atas dan celana bagian
depannya.
Bumbung samasekali tidak membuka busananya , tetapi
gerakannya amat erotis dinamis.
Busana bawahnya sebuah gaun panjang dan agak
terbuka/tersingkap bagian depannya.
Dan kala dia menari dan bergoyang, kemudian melakukan
kayang, gaun bawahnya tersingkap lebar.
Ternyata tampak kalau dia tidak memakai celana dalam alias
bugil.
Suasananya juga riuh rendah dan ditonton oleh masyarakat
umum, laki-laki,wanita , dewasa dan anak-anak.
Merekapun asyik menikmati tontonan itu dengan ketawa-ketiwi
yang ,… gimana gitu.
Tidak terlihat ada saweran, tetapi ada satu dua pria yang
maju di arena dan mengikuti gaya
si-penari dengan tidak kalah vulgarnya.
Sebenarnya Bumbung adalah sebuah tarian tradisionil dan
tidak se-seronok itu.
Seorang Maerstro Tari Bali, Made Lamun ( 80 tahun ) , mengatakan jika Bumbung adalah
tari pergaulan.
Berasal dari daerah agraris, sehabis panen untuk merayakan
keberhasilan panen yang melimpah, mereka mengadakan syukuran dengan pesta
tari2-an.
Tari itu berasal dari
paduan Tari Gandrung Banyuwangi dan Jangger Bali ..
Made Lamun sendiri mengatakan, melihat perkembangan Bumbung
yang melenceng jauh itu amat meresahkan dan menyedihkan .
Tari Bumbung yang sekarang
begitu merebak dan tampak makin liar menjalar kemana-mana, lebih vulgar
,atraktif dan agresif tak
terkendali.
Bahkan bukan dilakukan oleh penari didikan sanggar, tetapi
seadanya , konon bahkan ditarikan oleh para gigolo atau “ pemandu wisata “ gadungan.
Betul-betul menjatuhkan citra dan martabat penari Bumbung
asli secara keseluruhan.
Kalau itu dikatakan sebagai ajang suka-suka bagi masyarakat,
pasti sah-sah saja.
Tetapi kalau sudah terkesan berlebihan dan tidak terkendali,
pasti timbul ekses yang kurang nyaman.
Konon, setiap manusia itu memang mempunyai sisi liar dalam tubuhnya.
Dan ada manusia yang pandai mengendalikan sisi
liar itu tetapi ada yang lepas kendali.
Tetapi kadang ada yang angin2-an, kadang bisa mengendalikan,
tetapi kadang kumat dan lepas kendali juga.
Keadaan ini terjadi jika dia mendapat rangsangan yang pas disaat yang tepat pula.
Biasanya dia akan lepas kendali bila mendapat rangsangan dan
tantangan dari luar.
Bisa zat2 adiktif , termasuk minuman menambah stamina,
irama/gendang yang menghentak, agresif membuai, romantisme yang
menggairahkan dan juga erotisme yang
mengundang.
Itulah rupanya yang di “ pancing “ ditengah arena dinamis
yang memukau seperti itu
Dan jika ada prilaku liar yang terjadi, pasti ada yang
tersakiti.
Bisa perasaan manusia
, bisa juga adat setempat yang sacral dan dihormati atau dihargai.
Seyogyanya sebagai bangsa yang beradab dan ber –etika , :
Agama , social dan juga Undang- Undang Negara , kita harus wajib untuk
menghentikan atau memperhalus perilaku2 liar seperti tersebut.
Menjadi suatu acara
yang santun dan enak dilihat dan dinikmati , serta tidak menyakiti perasaan
siapapun atau fihak mana saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar