![]() |
Para pejuang arek2 Suroboyo. Gambar:iwandahnial.wordpress.com |
Karena perlu buku , saya beserta suami dan anak sore itu
pergi.
Suami yang pegang stir , dan berhenti disebuah toko buku
besar.
Pak tukang parkir memberikan tanda mencarikan tempat dan mulai aba-aba.
Sepertinya suami memperhatikan sesuatu , malah kearah tukang parkir itu :
“ Opo pa ? ( Ada
apa pa ?
) “, saya tanya, ikut memperhatikan tukang parkir itu pula.
“ Kok koyok … Bakri (
Kok seperti … Bakri ) … “ , dia berkata agak sedikit ragu, tapi terus
memperhatikan tukang parkir itu.
Tukang parkir itu kaget ketika suami menyapa , dan saya
lihat suami memeluk dia.
Rasanya dia malah risih , bingung dan salah tingkah (ewuh pakewuh :Jw )
Sayapun diperkenalkan, ternyata pak tukang parkir itu adalah
betul pak Bakri, rekan seperjuangan suami di medan “ inferno “ Surabaya tempo doeloe melawan Sekutu.
Sesudah saya selesai dengan buku2 saya dan anak saya , saya
lihat suami masih duduk omong2 di pos penjagaan dengan pak Bakri.
Saya ganti yang nyetir pulang bersama anak saya, sementara
suami masih tinggal ber nostalgia dengan
rekannya.
Ternyata beliau , pak
Bakri itu punya hubungan erat dengan
keluarga suami.
Sebagai seorang
perantau dari Palembang,
dan ditampung dirumah keluarga suami.
Pribadinya baik , santun dan bersahabat.
Dan betul2 menjadi sobat suami kemanapun dia pergi .
Waktu itu clash peperangan mulai terjadi , keadaan sudah
memanas.
Dan karena rumah keluarga suami ada didaerah Surabaya Utara
, yang selalu menjadi lintasan yang membahayakan .
Yang selalu terkena
imbas dari saling silang yang mendebarkan itu.
Terlebih rakyat dan pemuda Surabaya tidak rela tanah air kita diinjak lagi oleh Belanda.penjajah.
Belanda yang mbonceng
pada Sekutu , yang mencari sisa-sisa tentara2 Jepang yang menyelusup
disana-sini.
Pasti , bentrokan
tidak bisa dielakkan, dan rakyatpun menyambut datangnnya musuh dengan semangat gagah berani, sengit dan fanatik
Suami dan pak Bakri-pun ikut dalam kancah pertempuran yang
tidak seimbang itu .
Lasykar rakyat yang seadanya , yang banyak pakai bambu runcing itu terus dipukul mundur oleh jagoan2 dari
Perang Dunia kedua , dengan persenjataan canggih saat itu.
Terjadi dua kali pertempura hebat melawan Inggris/Sekutu di medan Surabaya
:
** Terjadi 3 malam dan 2 hari mulai pada tgl. 28 October 1945, pertempuran
60 jam.
** Terjadi 21 hari atau 500 jam , mulai tgl.10 Nopember 1945
– permulaan Desember 45.
Korban ribuan dan yang banyak jatuh dari fihak rakyat.
Surabaya dibombardir dengan dahsyat dari laut, darat dan udara, dan
penduduk Surabaya semburat lari kocar-kacir
keluar kota
kearah Wonokromo, menyebar kesegala penjuru.
Dapur2 umum didirikan untuk mensuply konsumsi garis depan
Dan pak Bakri dengan rekan2-nya ini berjibaku yang mengawal “amunisi” bagi pejuang garis
depan.
Berapa kali nyawanya diujung tanduk, dikejar oleh bom2 atau peluru yang nyasar menggila , menjungkir
balikkan segalanya.
Kemudian Sekutu
mengeluarkan ultimatum membumi hanguskan Surabaya,
tanpa syarat , harus tekuk lutut , karena kematian BrigJen Mallaby yang terbunuh
di Surabaya.
Mereka mendatangkan bantuan dari Batavia, menambah personil dan peralatan
perangnya, termasuk penambahan pesawat udaranya menjadi 20 buah.
Surabaya
dihentak dengan gemuruh dan keadaan gegap gempita.
Kematian membayang dimana-mana , kepedihan mencengkeran
setiap insan.
Pasukan2 “arek 2 Suroboyo “ yang terus dikejarpun lari
menghindar.
Ibu mertua kearah Mojokerto, suami masih berkeliaran sekitar
Surabaya , hit and run dengan musuh , dan pak Bakri kedaerah Sidoarjo .
Mereka berpisah , tidak saling mengerti nasip masing-masing.
Sesudah lama merdeka dan suami ditugaskan di Palembang , kitapun
menemui pak Bakri.
Beliau tetap sederhana, sesederhana dahulu waktu masih
“ngalor-ngidul” dengan suami.
Rumahnya disebuah rumah panggung kecil dan keluarganya
mengelola sebuah warung ,usaha kecil di 16 ilir Palembang atau bekerja seadanya.
Ketika diberitahu bahwa beliau berhak atas dana yang
diberikan Pemerintah, meskipun sedikit ,beliau menolak.
Sepertinya peristiwa “besar” di Surabaya, perjuangan hidup dan mati, adalah
merupakan baktinya beliau pada Negara, tidak mengharap balasan.
Beliau hanya
mengharap agar , generasi mendatang tidak me-nyia2-kan perjuangan para
pahlawan yang gugur dimedan laga.
Seorang pejuang sejati tanpa pamrih , memang hanya seorang pejuang kecil tetapi berhati
besar dan mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar