![]() |
Sumber Gambar:suhendriali-mylife.blogspot.com |
Saya tergelitik dengan “suara hati” dari mbak Edi Kusumawati di FB yang
menceriterakan bahwa ayahandanya sedang nunak-nunuk diajari hape touchscreen.
Sampai mbak Aridha geli, kok leh nunak-nunuk, rasanya kok
kasihan banget.
Dan tulisannya disambut beberapa rekan-rekan seumuran
“dara2” empatpuluhan, mbak Iramawati Oemar, mbak Hesti Adityo, lengkap dengan ceritera pengalaman masing yang kayaknya
bernada jengkel-jengkel sayang pada ortunya.
Saya tarik kesimpulan, sebetulnya mereka semua sayang dengan
orangtua yang sudah sepuh, ingin membahagiakan ayah/ibu, dan beliau cuma diharapkan diam, duduk manis
dirumah, toh semua sudah disediakan.
Tidak usah wira-wiri, mrana-mrene, esleg ( hihihi, saya geli
kok leh trengginas to eyang,.. ), kesana-sini, yang njahitlah, bersih-bersih
/nyuci baju, alat2 masak/ perabotan rumah,
suka nyetrika lempit2/menata baju, menata lemari pakaian.
Juga masih memasak,
bikin kue macam-macam, bikin nasi goreng dengan bumbu yang terperinci resep
jadul, sampai dokternya bingung semua, kok masih bisa hapal resep/aneka bumbu yang
begitu banyak… ah, cantik sekali ( saya suka di ceritani seperti itu, asyiik)
Tetapi banyak juga lansia yang terlantar, hilang ingatan,
kesasar-sasar, tak tahu jalan pulang, bahkan lupa siapa dirinya.
Saya juga pernah
membaca ada beberapa lansia yang tersesat jalan, sehingga anaknya kalang kabut
mencarinya, sampai ditayangkan diteve orang hilang atau mereka bikin selebaran
yang kemudian ditempelkan dimana-mana.
Sebenarnya antara generasi muda dan lansia ada perbedaan pola
pikir karena beda generasi. Hal ini pasti membutuhkan pemikiran dan penanganan
khusus pula.
Jumlah Lansia di Indonesia pada tahun 2010 ada 24 juta jiwa,
hampir 10 % dari jumlah penduduk seluruhnya, suatu jumlah yang patut
dikhawatirkan.
Kondisi para lansia itu rata2 pengangguran, tidak bekerja atau
pensiunan, umur diatas 60 tahun, dengan mutu
kesehatan yang rendah, atau mempunyai sakit yang membutuhkan pengobatan
rutin dari dokter, atau beberapa keterbatasan pisik.
Disetiap keluarga Indonesia, rata2 ada satu atau dua
orang dirumah kita., dan karena adanya perbedaan pola pikir itu sering terjadi
saling silang antara orangtua dan anak.
Mungkin karena saking
takut ortunya kenapa2 jika tinggal sendirian atau jauh dari mereka, mereka
memboyong ortu yang sudah sepuh itu dirumahnya dengan beberapa fasilitas yang
memadai, berlebih barangkali karena ortunya terus enggak boleh apa2.
Semua disediain, dilayani, enggak boleh kemana-mana.
Tetapi ortu berpendapat lain, anak2 tidak mau repot, tidak
mau cemas. Mereka tidak memahami jika orangtua juga butuh kebebasan, butuh
ruang gerak, tidak mau seperti burung dalam sangkar emas sekalipun dan dijamin
kehidupanannya.
Orang normal, apakah ia tua atau muda, pasti akan senang
bila bisa dapat mengerjakan sesuatu dengan kemampuannya sendiri, tidak usah di
tolong-tolong.
Saling silang itu terus berlanjut, si anak punya seribu satu
alasan untuk mengajak ortunya dirumahnya plus aturan si anak dengan alasan
kesehatan, ekonomi, social dan sebagainya.
Dan orangtuapun pasti punya 1002 alasan untuk menolaknya,
dan anda sebaiknya tidak usah memaksanya, karena itu pasti akan menyakiti
hatinya.
Coba putar lagi waktu ini, ingat2-lah dikala kalian masih kecil, bagaimana beliau dengan
tabah dan perkasa menghadapi semua aral hidup ini dan selalu ada dibelakang dan
mendukung dengan gigih apapun
langkah yang terjadi demi
kebahagiaan anda.
Nanti jika beliau memang sudah tidak kuat lagi dan mempunyai
banyak keterbatasan untuk menjalani hidup ini, pasti beliau akan minta tolong
pada anda,anak2-nya.
Dari bincang2 kita itu, saya juga menariksuatu pelajaran,
untuk orang tua, sebaiknya mempersiapkan diri dengan baik masa tua kita, jangan
setelah tua kita menjadi orang tua cengeng, yang menjengkelkan, merepotkan anak
cucu kita.
Kita wajib menjaga kesehatan, kebugaran, banyak membaca
buku2/majalah/koran ilmu2 pengetahuan baru, agar tahu kemajuan jaman dan bisa
nyambung jika diajak bincang dengan anak cucu,
juga beberapa joke canda yang lucu pasti lebih menyenangkan.
Jadi bukan menjadi seorang
eyang yang cerewet, cemberut, sok mengatur dan melarang dengan aturan2 yang jadul.
Jika kita seperti itu, pasti anak cucu kita senang dengan
adanya seorang eyang “ gaul “
dirumahnya, yang bisa dengan bijak mengayomi seluruh keluarga. Percaya dengan
saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar