Persahabatan. Gambar:kosmo.vivanews.com |
“ Mas Jadi
meninggal “ , tiba2 suami saya berkata.
Saya kaget , terdiam dan seolah tidak percaya.
Beberapa hari yang lalu, kita masih jalan bareng bersama , mas Jadi memang punya keluhan
jantung , meski kelihatan sehat.
Mas Sujadi adalah suami mbak Tuti , rekan sekantor suami ,
dan mbak Tuti merupakan sahabat
dekat saya.
Mbak Tuti sesungguhnya memang profil seseorang yang menyenangkan.
Sifatnya terbuka, blak2-an , santai , suka humor ,
tidak tinggi hati , dan akrab.
Karena tugas dan pekerjaan masing2 , maka hidup suami isteri itu selalu terpisah, tidak
sekota. , bahkan lain propinsi.
Tetapi saya lihat kehidupan mereka sekeluarga rasanya baik2
dan akrab.
Keluarga itu amat akrab dengan keluarga saya , sehingga seperti
saudara saja.
Sering kami pergi bersama dan beraktifitas bersama pula.,
jika kebetulan mas Jadi ada.
Hari2 setelah musibah mengejutkan itu terjadi, saya bingung merasakan perasaan saya, sedih , kasihan ,
trenyuh dan tidak mengerti harus bagaimana.
Saya lihat mbak Tuti begitu tabah dan tegar dalam menghadapi
segala aral yang melintang dalam hidupnya.
Sejak ditinggal suaminya, mbak Tuti sering mengundang saya
untuk menemaninya dirumah dinasnya.
Kompleks rumah dinas itu tidak seberapa jauh dari rumah saya
, hanya berjalan kaki saja tidak sampai 15 menit.
Saya bisa sering datang bahkan sampai malam menemaninya ,
jika dia rasanya sedih ( nglangut
: Jw ) mengingat suaminya.
Tetapi lama kelamaan , betapa tabah hati wanita itu , lama2
saya melihat banyak perubahan yang terjadi dalam perangainya.
Kegairahan dalam hidup amat berkurang , dia kelihatan makin
acuh seharian.
Jarang tertawa , seperti kebiasaannya dahulu , jika kita
bersenda dan berseloroh.
Dandanannya yang dahulu selalu rapi dan indah , mulai acak.
Sepertinya dia juga sudah mulai malas bermake-up
Saya sedih sekali melihat seorang sahabat yang “ patah
semangat “ seperti itu.
Putra/i mereka masih amat membutuhkan kasih sayang , perhatian dan bimbingannya.
Saya janji kerumahnya , sesudah dia mengabari kalau dia lagi
sedih , hari2 berat.
Sesudah makan malam , saya jalan kerumah dinasnya , sepi
sekali keadaannya.
Ketika melihat saya datang, disambut dengan hangat ,
kelihatan dia baru menangis.
Kami bicara sampai malam , diruang tamunya dan terasa amat
sepi.
Dahulu, kami berempat , mbak Tuti dan suaminya dan saya
dengan suami kadang bertamu dan ngobrol “ gayeng “ diruang itu dengan santai.
“ Kadang kalau kita bilang kita tambah umur, sebetulnya umur
kita itu berkurang , kita kehilangan umur kita
“, saya berkata, dia memandang saya .
“ Kehilangan itu tidak saja pada umur, tetapi segalanya
dalam kehidupan ini . Pada orang2 terdekat , juga dengan sahabat2 dikehidupan kita . “ , dia mengelap air
matanya.
“Kita juga akan
selalu kehilangan orang2 yang kita cintai ,
- ayah , ibu orangtua kita,
keluarga yang lain, sahabat kita , rekan sekerja bahkan … juga suami “ dia tertunduk.
Kelihatan dia menyeka matanya sekali lagi , minum air putih yang tersedia :
“ Ya aku mengerti,
sepenuhnya mengerti, tetapi aneh., rasanya antara perasaan ini dan ratio tidak bisa ketemu,
tidak bisa sejalan “ dia memandang saya,
sedih sekali mimiknya.
Dia menghela nafas panjang , mengelap mukanya .
“ Perhatiannya, pengertian dan simpatinya rasanya sulit aku hilangkan.
Dia selalu ingin membuat aku bahagia dan senang , meskipun
aku tahu itu melelahkan, dan menyita banyak waktunya , dia kan juga punya sakit jantung.
Tapi dia selalu
memberi dorongan dan sugesti padaku untuk tetap tegar ,tabah dan terus bekerja.
Rumah inipun dahulu dia yang menata, agar aku kerasan dan gampang
menjalankan tugas dan kehidupan disini.
Dan dia selalu baik , juga pada anak-anak . Bagaimana aku bisa lupa ? “ seolah
dia bertanya pada dirinya.
“ Tetapi bagaimanapun, kita harus ikhlas menjalaninya ,
karena begitulah kehidupan ini.
Dan manusia harus tabah bisa menghadapinya …” , saya agak
tersendat mengucapkan kata2 itu, rasanya ada yang runtuh dihati ini.
“ Jadi mau tidak mau , kita memang harus rela melepasnya “ , kami saling berpandangan.
Sejenak kita termenung dan hanyut dalam pikiran
masing-masing.
Ketika saya berpamitan, hari
sudah cukup malam, jam sepuluh lebih , kami berangkulan.
Saya memejamkan mata ,….semoga tabah sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar