Jangan sampai seperti ini. Gambar:haxims.blogspot.com |
Suatu kebiasaan, kalau tidak ada acara, kami pasti bergadang dilaut naik kapal sambil mancing , atau mencari
sungai besar yang siap kami tantang untuk
fishing - maniak.
Itu memang yang merupakan hobby, olahraga dan rekreasi bagi
keluarga saya.
Kadang juga di dermaga pelabuhan/tempat sandar kapal, biasanya jika
malam libur, kade sepi, suasananya tenang , bersih dan terang sekali.
Sering kami membawa anak, eyang dan seorang pembantu jika
cuaca kelihatan bersahabat.
Jeep kami sudah dimodifikasi suami, sehingga macam “ rumah kedua “ bagi kami.
Segala keperluan berkemah tersedia , ditambah perlengkapan
mancing yang komplit.
Semalaman kadang kami bergadang di alam terbuka dan betapa mempesona keadaan
dimalan yang larut hening , dengan desau air laut dan angin samudra nan segar semilir.
Dan pengalaman ini
terjadi di Palembang
, sewaktu suami masih bertugas disana.
Waktu itu kami hanya bertiga, suami , saya dan pak Po , seorang sahabat yang crazy mancing maniak.
Keluar dari Palembang ,
kami mengikuti aliran sungai Musi, hari sudah jam 16.00 lebih, kami bermaksud
menginap didekat perairan sungai Musi yang masih cukup lebat hutannya.
Beberapa desa kami lewati, pemandangannya indah, karena
disana-sini ada api yang menyala keluar dari tanah, daerah Palembang memang kaya dengan hasil tambang
minyaknya., kalau malam tampak lebih molek dan
exotis..
Karena ingin mengamati suasana , mencari tempat yang cocok, saya yang
pegang setir. Dan kedua co pilot saya sibuk tengok kiri kanan cari tempat yang
kami inginkan.
“ Kiri,.. kiri “, tiba-tiba suami berkata dan sayapun
menghentikan jeep saya, dikiri jalan terlihat hutan yang cukup lebat..
“ Sungainya belok kesana “, sayapun melanjutkan jalan belok
kiri, masuk hutan.
Hutan ini lebat banget , agak sulit saya cari –cari celah
diantara pohon2 yang besar .
Ketika mobil sudah kesulitan cari jalan, karena tumbuhannya
terlalu rapat, mereka berdua turun sambil membawa parang untuk menebangi perdu
semak belukar untuk membuat jalan setapak, bagi mobil kami tentunya.
Parang orang Palembang berbeda dengan sabit orang Jawa,
parang itu bermata pisau yang bukan main tajamnya, memanjang lurus kurang lebih
40 – 50 cm, dengan tangkai panjang juga, kesemuanya kira-kira 1 meteran.
Katanya hal ini untuk penangkal, jaga-jaga kalau ada ular
yang saat itu masih banyak berkeliaran, juga binatang berbisa lainnya.
Kemanapun kita pergi , juga selalu pakai sepatu boot untuk
maksud yang sama, terlebih didaerah hutan.
Dan tiba-tiba mereka berhenti, dan memberi tanda tahan untuk
saya yang mengiringi dibelakang mereka , dan ,..ups
Dimuka ada sebuah tanah lapang yang bersih dari semak
belukar, kelihatan aneh , ada lapangan terbuka sebesar itu ditengan hutan lebat
seperti ini.
Dan dikejauhan nampak sungai besar yang menjadi tujuan.
Saya lihat kiri kanan, tidak ada perkampungan atau ladang
penduduk, hanya sayup terdengar suara
serangga hutan dan sayapun memarkir “
rumah kedua “ saya itu didekat pohon besar dipinggir lapangan bersih terbuka itu.
Karena sungai kelihatan masih jauh, senyampang ini ada
tempat baik, kami istirahat disini,sambil mengisi perut.
Tikar lipat kami gelar, dan saya mulai menurunkan bekal yang
tadi sudah disediakan dari rumah.
Tak ketinggalan kopi panas dan teh panas dalam termos , juga air
putih dalan jerrycan.
Kami makan cukup lahap, sambil nyruput kopi panas yang masih
kebul2, terasa segar .
Rupanya kami tersesat , sungainya ternyata membelok kearah
lain, sehingga makin menjauh, dari jalan yang
tadi kami rintis…. wah .
Tiba-tiba saya melihat seorang laki2 berdiri, berpakaian
putih dan memakai ikat kepala khas.
Hari sudah rembang petang, matahari sudah mulai condong masuk keperaduannya.
Kami bertiga kaget juga , dan suami saya langsung bangkit
dan
“ Bapak dari mana ? “
, suami sayapun menjelaskan semua maksud
kedatangan kami.
“ Tapi bapak harus segera pergi dari sini “, pintanya sopan tapi tegas.
“ Karena sebentar
lagi akan datang gerombolan gajah yang kesini. Ini lapangan tempat mereka kumpul
! “.
“ Gerombolan Gajah ?
“ dan tanpa bilang ba atau bu lagi, kamipun segera mengemasi segala peralatan
makan itu dan segera cabut dari situ.
Jeep langsung saya starter dan gas saya tekan, cepat balik
meninggalkan tempat itu.
Saya lirik dari spion, suami dan pak Po
selalu melihat kebelakang dan kelihatan gugup :
“ Ayo , cepat –
cepat “, mereka seolah sudah melihat
gerombolan gajah yang datang.
Untung tadi sudah ada
panduan jalan setapak yang mereka buat ,
meskipun begitu saya cukup panik juga.
Sayapun sempat lirik kiri – kanan , kemana ya bapak tadi , disekitar situ sepertinya tidak ada rumah penduduk ,
ladang atau perkampungan.
Jangan –jangan ,……aduh, saya mrinding juga , jangan2 beliau
penunggu hutan ini yang sengaja datang memperingatkan kita.
Kami betul2 minta maaf , karena ketidak tahuan dan
keteledoran kami
Rasanya lama sekali dan saya baru lega ketika didepan
terlihat ada jalan besar.
Saya belum juga menghentikan mobil saya dan baru berhenti setelah kami memasuki
sebuah desa pinggir jalan, dan sudah tampak ada manusia dan kendaraan lewat.
Kami menarik nafas lega, dan sekali lagi melihat kebelakang,
tidak tampak ada gerombolan gajah kok.
Tiba-tiba kami baru sadar, bahwa selama ini yang pegang
setir itu saya.
Padahal dari tiga orang ini, saya yang paling bontot, yang
jago nyopir ya mereka berdua.
Kok saking gugupnya, mereka mau saja menyerahkan nyawa
mereka pada saya , yang jam terbangnya
kalah jauh dari mereka dalam bidang
setir menyetir mobil.
Betapa gampangnya otak dan reflex manusia dipengaruhi
rangsangan yang tak terduga dan tiba-tiba, sehingga kecepatan reflex
mengalahkan pikiran logis otak.
Kami tertawa geli , suami memeluk saya dengan erat dan
sambil naik ketempat duduk, masih terasa tangan saya dingin semua dan kaki masih
sedikit bergetar.
Suami mengatakan kalau saya nyopirnya tadi kuenceng sekali.,
sampai mereka berdua ngeri., dan kalang kabut pegangan sana – sini.
Setelah istirahat , minum teh panas dan sedikit snack,
kamipun melanjutkan perjalanan.
Kali ini yang pegang setir suami saya , saya masih nikmati
snack dan teh anget .
Terus terang kami deg2-an banget , siapa nggak ngeri,
dikejar gerombolan gajah ? , benar2 sport jantung.
Sayapun mikir –mikir , barangkali jika ada rally ala Paris – Dakkar dan saya
ikut .
Pasti bisa menang deh , …asal ada gerombolan gajah yang mau mengejar – ngejar dibelakang mobil saya
…xixixi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar