Selasa, 10 Mei 2011

Ber-“Paling dari Indonesia”

Salah satu yang “paling dibanggakan dari Indonesia” adalah kita merebut kemerdekaan
ini dari Belanda, yang konon sudah menjajah kita semua selama 350 tahun.

Bukan minta atau mengemis tapi merebut dengan gagah berani, tanpa gentar disertai darah dan air mata.

Kisah-kisah heroik disetiap daerah pasti ada, tapi yang paling berkesan adalah perjuangan dari Surabaya. Dimana “arek-arek Suroboya” dengan perkasa berusaha menghadang sekutu yang ditunggangi Belanda.

Dengan peralatan seadanya, mereka berusaha menghalangi pasukan sekutu yang punya persenjataan paling canggih saat itu.

Surabaya dihentak dari laut dengan dentuman-dentuman meriam dari kapal perang mereka dari laut, dan pesawat tempur yang menyeruak langit Surabaya dengan bomnya yang menggeleggar, meraung-raung di angkasa.

Surabaya bergetar, rakyat panik dan lari berhamburan, mengungsi keluar kota, menyelamatkan diri.

Tetapi diantara puing-puing Surabaya, masih berkeliaran pasukan-pasukan kecil arek Suroboyo yang Cuma “bondho nekat” cuma punya nyawa dan senjata seadanya.

Sekutu kemudian mendarat, diawali dengan pasukan gurgha yang tampak garang, dibacking tank-tank yang bergemuruh. Mereka datang tidak dengan Caiya-caiya ( -nya Briptu Norman ) tetapi dengan senapan pemusnah yang siap dihamburkan pada pasukan arek Suroboyo yang menghadang mereka.

Pertempuran mengerikan terjadi dan korban berjatuhan bergelimpangan bergelimang darah.

Karena pasukan sekutu kurang paham dengan jalan-jalan tikus di Surabaya, mereka sering dicegat diantara bangunan yang sudah runtuh porak poranda.

Tetapi pasukan sekutu, jagoan-jagoan perang dunia – pasti tidak kurang taktik dan tidak gentar menghadapi arek Suroboyo yang amat minim peralatan dan minim pengalaman perang.

Setelah mundur 2 hari, pesawat-pesawat sekutu datang lagi, disertai dentuman meriam dari kapal perang disana-sini. Mereka menyebarkan selebaran agar perlawanan dihentikan atau Surabaya akan di bumi-hanguskan jika tidak mau menyerah.

Pertempuran yang terjadi menimbulkan korban yang besar sehingga Surabaya dijuluki sebagai kota Pahlawan.

Kenapa saya sok tahu dengan perjuangan arek-arek Suroboyo ini ? Ya, karena salah satu dari arek Suroboyo itu akhirnya jadi suami saya.

Meskipun beliau tidak melanjutkan perjuangan di bidang militer. Setelah melanjutkan kuliah, dan menjadi Hakim.

Jadi sewaktu muda di jaman Revolusi berdiri “Paling depan” sebagai benteng bangsa, dan di masa selanjutnya di jaman merdeka menjadi benteng “Paling akhir” berkiprah di bidang perjuangan, keadilan dan hukum.

Suami saya sudah meninggal lebih dari 10 tahun yang lalu. Dan mendapat gelar kehormatan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI dengan Skep : 956/VIII/1981.

Dari Dewan Harian Daerah Angkatan `45 Prop. Jatim no.226/DMD-45/KMS/027/1995 dianugerahi pemancangan bambu runcing berbendera merah putih di pusaranya.

Merekalah benteng "Paling Depan" dalam perjuangan kemerdekaan R.I.

Pada tanggal 21 April 2008 Presiden SBY mengeluarkan PerPres no.24/2008 tentang Dakomvet (Dana Kehormatan Veteran Republik Indonesia) yang disusul dengan PerMenKeu no.151/PMK 05/2008.

Isinya memberi penghargaan 250.000 rupiah/bulan kepada setiap orang yang memperoleh gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I. berdasarkan Peraturan Menteri Angkatan Bersenjata yang bersangkutan (pasal 1 PerPres no.24/2008).

Karena dalam pasal 3 ad b disebutkan dana itu itu juga di berikan kepada veteran yang Pegawai Negeri, BUMN, BUMD dan Pensiunan.
Tentang Pensiunan juga ada UU-nya yaitu : UURI no 11 tahun 1969. (Pensiunan pegawai janda / dudanya). Dan dana itu di berikan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008. (PerPres no.24 tahun 2008/ pasal 5)

Karena adanya Peraturan-peraturan itu sayapun mengurus ke Taspen. Berkali-kali via surat, telepon, dan e-mail.

Akhirnya jawaban yang kami terima dari Taspen Surabaya mengatakan bahwa suami tidak berhak mendapat penghargaan itu karena Ketetapan Dana Kehormatan yang di berikan mulai Januari 2008 (berdasarkan penerbitan Skep ketetapannya).

Surat dari Taspen itu no.998/CU.05/05/2009. Saya sebenarnya kurang mengerti dengan jawaban Taspen itu, tapi setiap saya telepon, berkali-kali surat dan e-mail (6x) tidak ada respon.

Apakah hal ini tidak bertentangan dengan pasal 1 dari PerPres 24/2008 ? Kalau ada yang dari Taspen mohon dijawab, di beri penjelasan. Semua Surat/ Peraturan saya simpan baik-baik.

Apakah beliau-beliau di Taspen itu benar-benar sudah ber- “Paling dari Indonesia” ? tidak mau mengakui perjuangan Veteran Surabaya, hingga Surabaya terkenal sebagai kota Pahlawan ?

Mudah-mudahan Indonesia tidak menjadi negara yang “Paling mengecewakan” karena kurang menghargai jasa Pahlawannya.

Semoga pejabat Indonesia bisa menjadikan negara ini sebagai negara “Paling membahagiakan” bagi semua rakyatnya termasuk Veteran dan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar