Selasa, 03 Mei 2011

Citarum cs butuh : Jaga –tirta/ ulu-ulu, yang cinta sungai, jujur, rajin ….

Sebelum menulis ini saya masuk kebeberapa situs Ciliwung dan ternyata keadaan sungai Ciliwung dengan sembilan anak sungainya amat memprihatinkan.
Nasip 3 waduk besar Jatiluhur, Cirata dan Sangguling- pun amat mengkhawatrkan.

Disamping pendangkalan , juga tanaman enceng gondoknya sudah memenuhi hampir seluruh waduk, ditambah dengan KJA ( Keramba Jaring Apung )-nya sudah penuh sesak yang membuat waduk-waduk itu makin kelihatan salah fungsi.
Rasanya Citarum sudah sakit parah dan segera sekarat.

Kemudian, katanya, anda bisa masuk ke-situs-situs Ciliwung, untuk menormalisasi hulunya saja, dibutuhkan dana sebesar 3,35 trilyun ( utang ya ? ), karena konon struktur tanahnya punya kemiringan yang tajam.

Tiga koma tiga lima trilyun itu bakal digunakan untuk membuat :

- Waduk-waduk kecil untuk peredam banjir.
- Polder kawasan banjir.
- Kolam retensi., untuk apa ya ?
- Rumah susun bagi warga daerah banjir, untuk relokasi.
- Sosialisasi perilaku / budaya masyarakatTerus masih dibutuhkan lagi waduk baru sebanyak
   22 ( duapuluhdua ) - apa termasuk waduk-waduk kecil peredam banjir ?

Karena saya kurang mengerti dan kurang faham, saya coba menghitung dengan logika saya :

Sungai Citarum itu kira-kira sepanjang 310 km dan mempunyai 9 anak sungai.
Sudah ada 3 waduk besar, taruhlah setiap 9 anak sungai diberi satu waduk, induk
Citarum masih punya sisa 13 waduk baru tambahan 3 waduk besar itu.
Jadi kira-kira setiap 19 km sungai itu ada waduk, kayaknya lebay banget.
Karena masih bakal ada polder didaerah banjir dan kolam retensi.
Saya sulit membayangkan, jangan-jangan kalau ada orang luar negeri yang
kesasar study banding ke Citarum, tambah mumet.
Mereka mau lihat sungai Citarum, bukan melihat TPA , Tempat Pembuangan Akhir, yang berderet tiap 19 km, diselang-seling polder dan kolam retensi.
Anda garuk-garuk kepala ya ?


Situ Cisanti,sumber mata air sungai Citarum

Sepertinya tidak perlu berlebihan seperti itu. Sungai itu sudah ada sejak jaman
purba dan meskipun dahulu juga pernah banjir tetapi pasti sudah punya rute jalurnya sendiri sampai kehilir, tidak perlu manusia terlalu mengatur dan meroda paksa alam secara ekstrem .
Kalau sekarang terjadi banjir besar, pasti ada salah pengelolaannya, pemanfaatannya
roda paksa atau halangan alirannya sehingga airnya mengalir kemana-mana.
Kalau pengelolaannya amburadul dan terkesan ada pembiaran yang berlarut, pasti airnya mencari jalan lain , tidak lewat sungai untuk sampai kehilir.

Waduk yang berderet dengan harga trilyunan juga tidak berguna, jika tidak dipelihara dengan rutin dan benar. Ingat Situ Gintung.
Yang paling dibutuhan sekarang adalah rutinitas pemeliharaan oleh petugas yang
bertanggung jawab dan ahli dalam bidang pengelolaan sungai/waduk

Dan mereka itu para jaga -tirta atau ulu-ulu .

Diharapkan, jaga tirta/ulu-ulu itu dari kalangan PNS/BUMN, jadi sungai itu bisa dijaga secara konsisten dan bertanggung jawab.
Saya ingin memberi gambaran tentang apa yang saya maksud.

Kira-kira tahun 1960-an, sewaktu saya masih kecil, saya tinggal di-Jombang, kotanya Gus Dur.
Ayah saya adalah Kepala Pengairan Daerah itu, sehingga saya sedikit mengenal
tentang sungai, karena saya sering ikut bila beliau turne ( sidak ) kedaerah.
Dan saya punya sahabat sepantaran , putri seorang jaga tirta atau ulu-ulu.
Rumahnya dibantaran sungai, sebuah ruman dinas dan ada kantor yang kecil.
Kami sering berlari-berkejaran dihalaman rumahnya yang amat luas.

Dihalaman itu ada suatu area yang amat lebar dan terbuka, hanya dinaungi oleh
seng, dan diarea itu banyak sekali tumpukan pasir yang sudah dimasukkan dalam karung ( glangsing ), juga batu-batu sedang yang dimasukkkan dalam kawat ram-raman ( bronjong ).Kami suka petak umpet diarea itu.
Ada juga bertumpuk-tumpuk pasir dan batu-batuan yang dikumpulkan dari sungai itu. Kadang disungai terlihat ada kapal keruk, yang bekerja.

Didekat situ ada gudang besar yang berisi cangkul, sekop, linggis, lampu gantung,
senter, ada kentongan dan banyak peralatan yang lain. Ada batang-batang bamboo panjang yang diujungnya terselip sabit lengkung untuk mengait kotoran disungai.

Semua peralatan itu ternyata amat berguna jika ada banjir melanda, airnya bisa
dibendung dengan bronjong dan pasir glangsingan, sehingga kembali kesungai dan tidak masuk keperumahan penduduk.

Bagaimana Citarum ?

Mungkin penanganan Citarum lebih sulit karena polusinya amat parah , keadaannya lebih kompleks, karena pembiarannya amat menyedihkan .
Tetapi lebih cepat ditangani , lebih baik daripada dibiarkan berlarut.
Mungkin tulisan diatas bisa menjadi masukan untuk langkah selanjutnya.

1. Dibentuk satgas jaga-tirta/ulu-ulu, yang professional, cinta sungai, jujur, rajin, tahan banting.
    Bakal menjadi   PNS , beri seragam yang bagus.
2. Harus ada jaga-tirta setiap 5 km dengan anak sungai dan waduknya.
3. Disamping menjaga kebersihan sungai, juga menerapkan peraturan-peraturan
    tentang kebersihan dan kesehatan sungai.
4. Bisa bekerjasama dengan masyarakat sekitar, para relawan, LSM dengan
    ramah berwibawa.
5. Selamat bekerja, semoga Citarum cepat bersih dan indah lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar