Kamis, 28 Juli 2011

Cerita Malin Kundang, perlukah Dirubah ? Si Anak Durhaka dan Arogansi Bunda

Jangan tiru adegan ini ! 

Saya sering merinding, merasa ngeri dan miris, bila melihat disuatu tayangan media, tentang betapa perkasanya seorang bunda berhak menjatuhkan kutukan pada anaknya dan merubahnya menjadi batu.
Yang saya maksud adalah adanya tayangan di teve versi cerita Malin Kundang.
Tayangan2 itu pasti berlebihan karena setiap adegan diteve selalu diset , dan dibuat sedramatis dan sesetimentil mungkin.

Yang saya khawatirkan adalah bila kisah itu kemudian bisa dijadikan inspirasi atau alasan pembenar bagi bunda2 yang bernasip kurang baik.
Jadi sepertinya kita berhak untuk men-judge “ titipan TUHAN “ itu sesuka kita kalau keadaannya memang kurang berkenan, tidak menyenangkan.. dan terpaksa.
Begitulah seharusnya kalau bunda murka, benar2 suatu pola pemikiran yang mengerikan.

Buktinya ditayangan nyata, banyak terlihat seorang ibu menelantarkan anaknya, mengabaikan bahkan menyiksa anaknya.
Tidak jarang kita lihat, banyak anak2 yang babak belur dihajar emaknya, tidak dikasih makan , ditinggal pergi begitu saja, dan disuruh cari kerja / cari duit padahal dia masih amat kecil. ( di-stopan anda pasti sering melihat ).
Yang ekstrem juga sering kita jumpai, banyak bayi yang diperlakukan amat kejam, dibuang, dibunuh , yang barusan saya lihat bahkan dimutilasi.

Padahal seharusnya kasih Ibu itu tak terhingga, ibaratnya bila kasih anak sepanjang galah, kasih ibu itu sepanjang jalan.
Bila kasih anak sedangkal kolam, kasih Bunda itu sedalam lautan dan seluas samudera.
Beliau pasti akan bersedia memaafkan kesalahan anaknya betapa pilu luka pedih dan perih rasa sakit hatinya.

Karena seorang anak adalah amat penting dan itu merupakan tanggung jawab abadi untuk mencurahkan seluruh hati kita kepadanya.
Dan pendidik pertama dan utama dimuka bumi ini adalah seorang ibu, seorang bunda, perempuan yang diharapkan berhati mulia itu.
Konon, seorang anak adalah ibarat buku putih bersih , dan yang pertama kali menulis dibuku itu adalah bundanya.

Kalau kita selalu menuliskan hal2 yang baik, mencontohkan hal2 yang terpuji, pasti hal itu akan menjadi fondasi dari mentalnya atau tameng dari wataknya, dikemudian hari, betapapun milieu atau lingkungan yang didatanginya.
Binatang saja akan bersikap baik/jinak jika kita selalu perlakukan dengan baik, apalagi anak manusia.



Saya mengusulkan, sebaiknya cerita Malin Kundang dirubah, siapa tahu hal ini juga akan bisa merubah “ inspirasi “ yang terbentuk dengan adanya kisah ini.
Yang saya maksud , yaitu disaat terakhir, setelah Malin sudah menjadi kaya raya, dan merasa malu serta tidak mau mengakui ibunya yang sudah renta dan miskin.

Pasti, bundanya akan tetap bersabar hati, hanya dia berdoa kepada TUHAN YME, agar anaknya diberi peringatan olehNYA.
Setelah Malin naik kekapal kembali masih dengan sumpah serapahnya, kapal mulai bertolak , datang petaka dari TUHAN.
Terjadi tsunami dahsyat, dan kapalnya terhempas kepantai. Agar lebih dramatis, sebaiknya Malin digambarkan terlempar dan jatuh persis didepan kaki bundanya.
Ceritanya pondok sang Ibu ada didekat pantai.

Dan disitulah , diantara deru dan debur ombak, Malin mohon ampun dibawah telapak kaki ibunya. Bundanyapun memaafkan perilaku anaknya yang sedang alpa dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Ceritanya pasti indah dan tetap mengandung pesan dan kesan yang apik dan manis. Dari segi pendidikan rasanya juga baik, untuk anak maupun bundanya, jadi tiada lagi si anak durhaka atau bunda yang terkesan demikian arogan.
                                                                         ( Merenungi Hari Anak Nasional )




Caprib ( Catatan Pribadi ) ========

Hal-hal terindah dan terbaik didunia, tak dapat dilihat dan disentuh.
Mereka hanya bisa dirasakan dengan hati.

                                                      ( Helen Keller )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar