Selasa, 26 April 2011

The power of book : Catatan Wanita dibulan Perempuan.

Benar Ibu, karena sejujurnya kami tidak bisa membayangkan keadaan Ibu dan perempuan dijaman itu, diawal tahun 1900-an.
Kami hanya bisa membaca surat-surat yang konon Ibu tulis , yang kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Mr. J.H.Abendanon, Door Duisternis tot licht
pada tahun 1911., yang sudah dibaca oleh hampir setiap wanita Indonesia.

Ya, barangkali Ibu juga tidak bisa membayangkan keadaan masa kini, keadaan perempuan dijaman Millenium , yang kira-kira 130 ( seratus tiga puluhan ) tahun
didepan Ibu.

Tetapi emansipasi yang Ibu inspirasikan pada kaum perempuan terus berjalan
dan sepertinya membuahkan hasil yang cukup mentakjubkan.
Banyak batu sandungan, tetapi kami tidak akan melepas tongkat estafet yang sudah Ibu serahkan kepada kami.
Dan kami akan terus berjalan, berlari jika perlu untuk mendobrak apa-apa yang
mencoba menghalangi kami.

Sekarang, sekolah-sekolah semua sudah terbuka bagi kami, setinggi manapun..
Pekerjaan apapun juga sudah terbuka dan bisa kami masuki, bahkan yang kelihatan
“ tidak-mungkin” menjadi hal yang biasa , misalnya didunia militer atau sesuatu yang dahulu dianggap sebagai pekerjaan laki-laki.
Memang, kalau menurut teori emansipasi, kita sudah sampai ketaraf ketiga yaitu :
teori Feminis Sosialis.



Dalam bukunya Arief Budiman yang berjudul Pembagian Kerja Secara Seksual,
yang diterbitkan oleh Gramedia, tahun 1982, disebutkan kalau gerakan Feminis di Amerika, dibagi menjadi tiga golongan.
Yaitu : kaum Feminis Liberal, Kaum Feminis Radikal, dan kaum Feminis Sosialis.

Kaum Feminis Liberal , yang merupakan gerakan wanita tertua, beranggapan bahwa Patriakal dapat dihancurkan dengan cara mengubah sikap masing-masing individu.
Jika kesadaran itu sudah merata, akan terbentuk masyarakat baru yang saling menghargai antara laki-laki dan wanita.

Kaum Feminis Radikal, yang merupakan gerakan wanita yang berjuang dalam realita seksual., bagaimana caranya untuk menghancurksn patriarki sebagai sebuah sistim nilai yang melembaga didalam masyarakat. Kaum ini terlihat ekstrem.

Kaum Feminis Sosialis, yang mengutamakan perjuangannya pada system social-ekonomi. Dengan social dan ekonomi yang seimbang, mungkin perempuan lebih percaya diri bila disejajarkan dengan pria, lebih berani menata hidupnya tanpa tergantung pada laki-laki.
Buku itu ditulis tahun 1982, jadi sudah hampir 30-an tahun , diakhiri dengan tanda tanya , yang sekarang rupanya sudah terjawab.
Dan emansipasi terus berjalan, kelihatannya Feminis Sosialis itu berkembang pesat, dan saya lihat dan rasakan berkembang kearah feminis materialistis.
Sesudah merasakan bisa mendapatkan uang sendiri, bisa merasakan indah dan nikmatnya uang dan kekuasaan, rasanya bahkan makin menggebu dan ketagihan.
Wanita-wanita perkasa ini seolah lupa diri, karena dengan uang mereka bisa menggenggam dunia.

Apa Ibu ? , Oh, ya pasti masih banyak saudara-saudara kita yang belum bisa menikmati hal ini karena beberapa keterbatasan tertentu.
Saudara kita yang didesa, dengan keterbatasan financial , keterbatasan kesempatan
dan yang masih terlalu “ lugu “ ( lucu dan dungu ? ), pasti belum bisa mengejar kemajuan ini, merekalah mungkin yang masih pasrah dengan Patriarkat.

Yang betul berhasil juga tidak kalah banyaknya, para pesohor Nusantara inipun banyak yang dari kaum kami. Tampuk pimpinan , baik di Pemerintahan atau swasta sudah bertebaran di Negara ini.
Yang berjuang dengan nurani pun berjubel, yang berjuang tanpa pamrih , tidak
memikirkan penghargaan ataupun gelar pahlawan.
Para guru, bidan, dokter, pendekar lingkungan, pecinta alam, yang berusaha menata
tempat tinggal sekitarnya menjadi lebih baik, mereka tersebar di pulau-pulau jauh terpencil. Relawan bencanapun makin berkiprah.

Tetapi Ibu, ada beberapa diantara kami yang berdiri disimpang jalan memperhatikan dengan jeli, cerdik dan licik, yang kemudian siap menerkam
mengambil jalan pintas untuk mencapai keinginannya, menghalalkan segala cara.
Tarikan kenikmatan itu pasti amat memikat, dan segala itu harus ditebus dengan
materi apapun caranya.


Memang Ibu, dengan uang kita bisa melakukan apa saja.
Anak yang bodohpun bisa disulap jadi pintar disekolah.
Dengan uang perempuan yang berpenampilan seperti Sarinah bisa berubah seperti Barbie, Cinderela modern.
Yang kurus kerempeng seperti Tulkiyem-pun bisa di-abrakedabra menjadi Pamela
Anderson, itu bom-sex yang suemok.. molig, pokoknya wuaduuh .
Benar Ibu, semua bisa terjadi dengan uang, pokoknya siip deh.

Poligami ?, wah itu sudah ketinggalan jaman bu. Itu mungkin terjadi bila perempuannya dipihak yang terdesak, orangtua punya utang banyak atau amat
miskin sehingga rela anaknya yang masih kencur dipoligami oleh orang yang pantas jadi kakeknya.
Masih terjadi tetapi tidak banyak, bahkan dijaman Milenium ini banyak tante-
tante kaya raya yang mencari brondong kremezz.
Istilahnya jika laki-laki bisa cari daun muda yang masih kinyis-kinyis, wanita
jaman sekarangpun bisa cari lalapan muda yang masih krenyes-krenyes…mungkin
seperti makan salad dengan buahan dan sayuran , yang masih segar . renyah .. dan kremuzz …mmhh.


Laki-laki sekarang ?
Yah, seperti biasa, mereka tetap sama seperti pendahulunya Nabi Adam.
Selalu menuruti segala permintaan Siti –Hawa. Tidak tahan terhadap rayuan dan rengekan kami. Bahkan rela korupsi, dikejar polisi, jaksa, hakim, dilecehkan di media, dan banyak yang masuk penjara.
Merekapun akan langsung tandatangan meski disodori blangko kosong tanpa tahu
isinya karena terpesona oleh penampilan , gaya dan penuturan kami yang memukau
dan memikat.
Tetap, tetap saja mereka ceroboh seperti dahulu., harusnya mereka selalu ingat akam kisah Adam dan Hawa.

Selamat menutup Hari Perempuan tahun 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar