Kamis, 29 Maret 2012

Ups , ….. Wanita Pintar , ---- Sepi Peminat ?

Bentrok dengan bumerang emansipasi ? . Sumber Gambar : Google
Sahabat saya itu namanya Nurul , kami duduk dibangku yang sama waktu di SMA.
Nurul gadis cantik, gaul , otak lumayan dan amat aktif dibidang olahraga.
Nurul itu mempunyai kakak , namanya mbak Ninis.
Ini dia , gadis cantik , alim , kutu buku dan terkenal amat pintar , tapi jeblog dalam olahraga , amat feminis .
Teman2 sih suka meledek mereka , Nurul dan mbak Ninis itu - bak pinang dibelah kapak - sama cantik , tapi perilakunya amat jauh berbeda , bahkan bertolak belakang.

Dalam pergaulan remaja, Nurul cukup banyak punya penggemar , tetapi sebaliknya mbak Ninis sepi, bahkan rasanya pemuda2 agak menjauh.
Ada sih yang mendekat, tetapi mbak Ninis kurang suka, mungkin karena jauh dari seleranya.
“ Cantik sih bolehlah ,tapi males ah, ntar paling diajak belajar bersama ,…hehe kecut ! “
Komentar beberapa pemuda yang sering iseng saya godain untuk di-jodohkan dengan mbak Ninis.
Memang , saya sering atau bahkan selalu saya lihat mbak Ninis kemana2 bawa buku.
Bahkan dijam istirahat sekolah , diapun bawa buku dan diantara teman2-nya yang sendau gurau , dia selalu membuka2 bukunya sambil sesekali mbetulin kaca matanya.

Saya sering berkata pada Nurul : “ Nggak capek tuh otak kakakmu, belajar terus ? , dia kan udah pinter ? “
Dan Nurul selalu garuk2 kepalanya dan angkat bahu : “ Kami memang kayak bukan saudara sekandung saja, kelakuan kami nggak ada mirip2-nya “
Saya dengan Nurul bersahabat , karena adanya beberapa persamaan diantara kami .
Kami bisa berbagi cerita dan beraktifitas bersama , terutama dalam olahraga dengan seloroh yang radak seronok tapi asyik gila.
Dan mbak Ninis tetap dengan perangainya , terus tekun belajar dan membatasi diri.
Dan jangan heran, setelah tamat SMA, mbak Ninis langsung bisa diterima di suatu fakultas terkenal dikota gudeg.
Setahun kemudian, sayapun dengan Ninis harus berpisah , karena kami harus meneruskan kuliah dikota yang berlainan.

Kadang kita ketemu jika ada liburan dan hari2 besar yang menyenangkan.
Dia sering tiba2 aja didalam kamar , dan sering nyerocos cerita pengalaman2 dikota tempat dia menuntut ilmu.
Seperti hari itu : “ Kamu harus tolong aku ! “ , tiba2 dia mengancam.
Kemudian dia menurunkan irama dan nada suaranya, : “ Ayolah , benar nih , aku minta tolong , aku memohon ? “ , dia mengiba.

Dia bercerita ,jika sekarang dia sudah menemukan orang yang dirasa tepat untuk diajak ber-serius-ria – dalam cinta.
Dan sipemudapun berniat ingin “ memperkenalkan “ diri pada keluarga Nurul.
Waktu ibunya mendengar , beliau melarang teman Nurul datang .
Alasannya karena mbak Ninis belum punya kawan akrab.
Ibunya juga tak memperbolehkan Nurul untuk serius dalam hubungan itu.
Ibunya tidak ingin mbak Ninis “ nelangsa “ , apa ya bahasa Indonesianya ; -sedih atau pedih hati tak berdaya - tersiksa ? – pokoknya seperti itulah .
Ibunya juga tidak mengijinkan , kalau sampai ada adat “ nglangkahi “ ( bhs . Jawa – dilewati ) ,kalau Nurul sampai menikah duluan.
Ibunya tidak sampai hati pada mbak Ninis , si anak manis , penurut dan pintar itu.

Dan saya diminta untuk memberi penjelasan pada mbak Ninis dan ibunya , agar mereka membolehkan Nurul memperkenalkan pujaan hatinya , berarti merestui hubungan itu.
Ini orang sudah mabuk atau hilang ingatan, dan sampai dia pulang, saya tetap menggeleng , tidak akan menuruti permintaannya yang konyol , meski dia memohon.
Ya, siapa juga yang berani menasihati orang yang usianya diatas saya, dan dalam hal yang sensitive seperti itu.
Saya juga amat menghormati keluarga itu , termasuk mbak Ninis.
Beberapa waktu sepertinya Nurul marah pada saya, ah , terserah dia aja , kok seenaknya sendiri saja.
Tetapi tiba2 suatu hari , Nurul datang kekota saya, dan bercerita jika mbak Ninis memutuskan untuk drop-out dari kuliahnya ,…hah ?
Orang sepintar dan setekun mbak Ninis tidak mungkin sampai drop-out dari kuliahnya, kalau bukan karena kesengajaan.

Dan hal itu segera terjawab
Ketika liburan , dan saya sedang asyik ketawa-ketiwi dengan Nurul dikamarnya, tiba2 mbak Ninis ikut nimbrung masuk, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Mbak Ninis kelihatan lain, kelihatan lebih santai, murah senyum , ceria dan tidak menenteng nenteng buku lagi.
Kacamatanya cukup trendy, tidak jadul tebal seperti kacamata professor.
Diapun membuka rahasianya.

Dia sengaja memutuskan keluar dari kuliahnya , karena konon laki2 malah takut mendekat kalau dia sampai tamat kuliah dan dapat gelar.
Pasarannya akan habis dan dia juga kasihan dengan ibu dan ayahnya yang makin sepuh dan sepertinya sedih melihat nasipnya.
Ternyata mbak Ninis amat sangat mengerti sekali tentang harapan orangtuanya dan Nurul juga dirinya sendiri , saya sendiri juga pengin nikah kok , candanya.
Tapi benar juga lho, selang setahunan, saya diundang dipertunangan mbak Ninis dengan seseorang yang cukup potensial
Nurul paling senang, karena dia bisa memperkenalkan pujaan hatinya kerumah mereka.

Saya jadi berpikir , apa ini bumerang emansipasi ?
Jarang wanita yang tahan dengan lempar balik bumerang emansipasi ini , dan menyerah meski terkesan terpaksa.
Seperti mbak Ninis ini , meskipun dia punya potensi prima untuk menggapai semua.
Dan apa benar ya , laki – laki , diera ini, masih juga merasa minder/rendah diri/kurang nyaman , jika pacar/kekasihnya menyandang gelar akademis yang sepadan atau lebih tinggi dari mereka sendiri ?
Lalu apa saja ya kira2 komentar para Kartini modern dengan pendapat ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar