Senin, 02 Juli 2012

H-O-R-O-R : Melintas di Alam Batas


Lintas Alam Batas. Gambar:tukangobatbersahaja.com
Di pavilyun Rumah Sakit itu hanya ada 4 kamar.
Yang dua terisi , yaitu  satu kamar untuk suami saya dirawat dan sisi  didepan kami . diisi oleh seorang ibu sepuh yang dijaga oleh seorang pembantu perempuan tua yang tampak amat santun dan setia.
Selama dua hari ini , banyak sanak kerabat dan rekan  yang bezuk suami.
Tetapi kamar depan sepi-sepi saja ,  tidak tampak ada yang berkunjung.

Menurut ibu mertua saya, yang selalu menemani saya menjaga suami.
Anak2 ibu sepuh itu tinggalnya jauh diluar kota dan belum ada yang sempat datang.
Padahal beliau sudah dirawat sejak sebelum kami masuk.

Siang itu, sepulang kerja, saya langsung kerumah sakit, karena eyang dan anak saya sudah ada disana.
Ketika melintas , saya lihat mbah pembantu kamar depan, berdiri dimuka pintu, tampak bingung.
Ada apa mbah ? “ , saya tanya.
“ Ndoro puteri ,…. “ , dia menunjuk kedalam
Sayapun menengok kedalam dan saya masuk.
Seorang priyayi sepuh/tua  tergolek lemah dan memandang saya dengan sayu.
Sayapun mengangguk dan memperkenalkan diri , “ Ibu perlu dokter  ? “ , saya tanya.
Beliau menggeleng, dan hanya bisa berbicara lewat matanya.
Sepertinya beliau termangu, dan pandangannya menerawang jauh.
Sayapun mengelus-elus tangan beliau , kelihatan beliau amat kesepian.

Sebelum kembali kekamar suami ,saya berpesan pada si mbah, bila barangkali ibu Purbo, demikian nama beliau itu ,  membutuhkan sesuatu, akan saya bantu.
Saya juga  berpesan pada dua orang perawat yang stand by dan bertugas di pavilyun itu.

Sesudah itu, saya sering melewatkan waktu dengan beliau.
Jika  segala keperluan suami selesai , saya sering menyelinap kekamar beliau.
Keadaan suami juga sudah berangsur membaik , dan ada ibunda suami yang selalu siap..

Dan meskipun tiada kata terucap., hanya lewat tatapan mata saja.
Saya  dan bu Purbo  seolah bisa merasakan adanya hubungan bathin yang indah , terlebih saat saya mengelus-elus tangan beliau dengan lembut.
Saya selalu berkata , menghibur  dengan bahasa Jawa Kromo Inggil , yang masih saya kuasai, karena keluarga saya juga masih sering menggunakannya.
Beliau sering memandang saya dengan senyum yang damai  takjub dan pernah satu tangan beliau di genggamkan ditangan saya dan kami saling tersenyum (… saya pengin nangis kalau ingat itu ….).

 Malam itu , entah kenapa saya tidak bisa tidur.
Sejak di rumah sakit ini, saya memang sulit tidur , rasanya gelisah.
Saya lirik hampir jam 1.00 malam, suami terlihat tidur nyenyak.
Eyang juga sudah sare/tidur , dan anak saya pun tampak sudah lelap.

Saya letakkan buku bacaan saya , sepertinya ada suara bergumum yang tidak jelas diluar kamar.
Kamar besar ini terasa sunyi senyap dan ada perasaan dingin ditengkuk.
Bulu kuduk ini terasa berdiri , padahal saya bukan penakut .
Lamat-lamat terdengar langkah kaki, rasanya berhenti dimuka kamar kami.
Mata tertuju kepintu – tenang , tenang , ternyata tidak ada apa2 ,  tetap saya tunggu.
Suasana ini membuat bahu makin terasa  makin berat.

Saya tunggu, suara langkah kaki itu terdengar makin dekat saja , persis didepan pintu.
Sayapun bangun , menuju kepintu dan … pintu saya buka cepat, tidak ada apa2 , sepi.
Tiba-tiba seperti ada angin kencang lewat …dan bulu kuduk ini makin terasa tebal.
Saya agak terdorong kebelakang dan cepat berpegang kepinggir pintu.
Sayapun menengok kiri kanan lorong, tidak ada siapa2 , sepi sunyi mencengkam lorong itu dengan lampu yang temaram.
Kamar didepan tampak tertutup rapat.

Pintu saya tutup , saya minum dan duduk dikursi – aneh , bulu kuduk ini terasa tetap berdiri .
Tengok kiri kanan , eyang , suami dan anak tetap kelihatan lelap tidur.
Tetapi rasanya  ada yang aneh ,  terasa ada “ seseorang lain “ diruangan ini.

Saya katakana sekali lagi, saya memang bukan seorang penakut.
Sayapun menggosok-gosok tangan saya , muka dan kaki saya.
Jika darah mengalir lancar , pasti oksigen cepat mengalir ke otak saya dan saya tidak berpikir macam-macam atau aneh2.

Sayapun berdiri dan membuka pintu , berjalan keluar ,pengin melemaskan kaki.
Sejak suami sakit, saya sering tidak bisa tidur nyenyak , apalagi di ruamah sakit.
Saya sering jalan dimalam larut, lewat lorong2 dirumah sakit itu sendirian.
Kadang keterusan sampai dimuka rumah sakit , yang suasananya ramai 24 jam.
Banyak pedagang makanan disana , yang melayani para sanak keluarga yang menjaga pasien disitu.

Dua orang perawat yang berdinas di pavilyun itu menyapa saya.
“ Jangan tidur  dulu ya , nanti tak oleh2-i jajan dari muka “  , saya menggoda mereka.
“ Yang banyak ya bu… “ , merekapun tertawa.

Suasana rumah sakit itu, senyap , sunyi dan lengang.
Saya berjalan sendirian menapaki lorong2 yang begitu rintih temaram.
Agak lega setelah memasuki area taman nan apik tertata.
Hawa segar mengelus lembut, sedikit segar dengan terciumnya hawa tanaman.

Dijalan setapak sebelah taman, saya lihat silout dua  pria berjalan kearah berlawanan.
Samar2 kedua pria itu berjalan cepat dan kami sempat bertatapan .
Dua wajah  khas Timur Tengah kental dan berjalan seolah tergesa.
Saya agak kaget juga ketika ingat bahwa jalan setapak itu menuju kearah kamar jenazah/mayat dibelakang.

 Paginya, saya bangun agak lambat.
Dan eyang mengatakan bahwa ibu sepuh depan kamar sudah tiada / meninggal  jam 1 00 tadi malam.
Saya tertegun, seolah tidak percaya, meskipun saya merasa , rupanya beliau sempat pamit pada saya, ditengah malam yang menggelisahkan itu.

Agak tergesa saya, setelah mengambil tas dan pamit, sayapun tergegas berjalan kebelakang.
Mobil saya memang saya parkir disitu semalaman.
Banyak orang berkerumun , terlihat wajah2 Timur Tengah mendominir.
Seseorang saya tanya ,  siapa yang meninggal ?
Dia bercerita, bahwa dua orang keponakannya tadi malam meninggal karena tabrakan.

Saya mengernyitkan dahi, .. ada rasa ingin tahu.
Dan ketika saya memasuki ruang jenazah itu, saya lihat dua wajah yang tadi malam saya lihat dan  sempat  berpapasan dengan saya , sudah terbujur  kaku .
Disekelilingnya sanak handai taulan terlihat bersedih dan menangis pilu.
Disudut yang lain, saya lihat si mbah tua itu sedang terpekur dipeluk oleh seorang perempuan paruh baya sepantaran saya yang menangis pedih dihadapan jenazah ibu Purbo.
Itu mungkin putri tersayang  bu Purbo , yang sering  dan selalu  dirindu oleh ibunya  .
Saya termenung  dan sedikit menelan ludah , saya melihat jam.
Segera saya tinggalkan tempat itu dan keluar menuju  parkiran..

Di mobil , saya gosok2-kan lagi tangan saya , mudah2-an darah ini cepat mengalir dan segera mengusung oksigen ke otak saya, sehingga bisa berpikir normal.
Saya tengok sekali lagi kamar mayat itu , dan perlahan mobil saya starter.


Caprib ( Catatan Pribadi )  :
Ikatan batin akan begitu kuat dan dalam
Selalu akan menetap disuatu tempat ,  diluar jangkauan kata-kata dan
tak terlukiskan indahnya.
                        (  Susan B.Wilson  )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar