Kamis, 22 November 2012

Kisah Kopi di Keluarga Saya


Seperangkat kopi pagi. Gambar:wartakotalive.com

Yang saya ingat , ayah saya setiap pagi punya kebiasaan membaca diruang kerja beliau sambil selalu tersedia ada minuman  kopi panas  di meja.
Ibu dan saya minum teh  hangat yang tersedia , karena ibu dan saya tidak suka minum kopi.
Waktu itu tahun 50-an , saya masih SR/SD sekarang – belum pada lahir ya  ?

Dan kopi itu bukan kopi sachet seperti sekarang, yang gampang diseduh, tetapi kopi bubuk hasil racikan sendiri.
Maksudnya kopi bubuk itu kopi buatan rumah bukan beli di toko.
Biji kopinya sih beli, terus disangrai sendiri tanpa campuran apapun., kopi murni istilahnya .
Biasanya tugas itu diserahkan pada pembantu tertua yang memang sudah ahli bikin bubuk kopi yang pas.
Ternyata membuat  bubuk kopi itu butuh waktu  lama, karena biji  kopi harus di sangrai sampai hitam dengan kematangan tertentu , apinya harus konstan .
Kemudian  ditumbuk/dihaluskan dalam lumpang /penumbuk dari besi ,baru di ayak sampai dua/tiga  kali , sampai halus lembut.

Sampai  menikah ,saya tetap tidak suka minum kopi.
Ceritanya , sesudah menikah dan saya pindah kerumah keluarga  suami saya.
Dirumah itu hanya  ada  ibu mertua , suami dan beberapa pembantu.

Pagi-pagi , dimeja sudah tersedia teko yang berisi kopi panas , ada gula , susu dan cangkir serta sendok teh , makanan ringan juga.
Saya harus minta maaf karena saya tidak biasa minum kopi di pagi hari , jadi selanjutnya setiap pagi disamping seperangkat kopi , sekarang juga tersedia teko teh untuk saya.

Karena saya sering melihat suami dan ibu mertua yang nyeruput kopi  di pagi hari ,  kok sepertinya enak  juga
Pernah saya mencoba sedikit , -- uh, ternyata saya tersedak , ampasnya ikut tertelan , aduh , enggak enak sekali , sampai terbatuk-batuk.
Oh , ya waktu itu kopi selalu tersedia dengan ampasnya. Saya berpikir , ini minuman kok rumit dan sulit banget , tidak praktis.

Waktu saya hamil , -- jangankan kopi , segala minuman seperti teh , air  , susu aneka rasa , syrup  dll,  dsbnya tidak bisa masuk .
Selama ngidam – ini bukan bermanja ria lho , beneran kok , karena  saya tidak bisa mencegahnya , bawaan  bayi .
Saya hanya minum susu tawar  ( tanpa campuran gula atau apapun ) ,  keju eddamer , yang sering saya cemal-cemil  sedikit-sedikit  dan buah langsat.
Langsat/langsep itu seperti duku tapi  ada rasa kecut segernya , enak sekali.
Dan saya tetap segar bugar , tanpa makan yang lain selama kurang lebih dua bulan.
Kalau makan/minum  yang lain , selain tiga itu ,  saya bisa muntah-muntah.
Tapi ada seorang dokter sahabat saya yang terus mengawani  saya , dia sedang mengambil spesialis kandungan waktu itu.

Kemudian mulai ada kopi sachet , yang tidak usah mensangrai , numbuk dan ngayak , tapi tinggal sobek  tuang dalam cangkir  ,kemudian beri gula dsbnya , tuangi air panas , aduk-aduk – beres.
Waktu itu saya juga belum suka kopi , meskipun ada kopi sachet tanpa ampas  .
 Jika  tidak terpaksa dan tidak ada pilihan lain., saya baru meliriknya.

Tetapi saya akhirnya jadi suka kopi , agak kecanduan sedikitlah , ada riwayatnya.
Suami saya itu punya hobby mancing , bukan di sungai  tetapi di laut.
Kadang  jika besok hari libur  , kita suka berkelana naik kapal dilaut  , semalaman  mancing .
Atau jika  ngajak keluarga , cukup di dermaga/kade saja. , yang  tidak berbahaya.
Jika hari libur dermaga itu sepi, tidak ada kapal yang bersandar , keadaannya bersih , lapang  dengan lampu benderang yang menerangi.

Diantara cemilan/makanan  yang kami bawa , kami selalu menyediakan kopi di termos besar , juga malam itu , karena   kita bakal  semalaman ada disitu.
 Keadaan dermaga jika malam larut , amatlah memukau , disitulah indahnya alam ini.
Tenang , hening , hanya desau air laut yang terdengar.
Sepandang mata memandang cuma  bintang-bintang dilangit yang gemerlap dan berkedip seolah  menyapa.
Dan disana sini ,  muncul bagaikan hantu malam para manta/ikan pari yang menyembul dari dalam laut dan kemudian berdebur menyeruak  kembali  dengan misteriusnya.

Saya sering terpesona  memandangi keelokan nuansa yang indah itu., dengan kagum .dan takjub.
Dari kade keadaan itu tergambar dengan jelas dan menyentuh.
Angin di dermaga cukup  semribit bertiup  ( halus tapi kencang ) dan cuaca dingin menerpa.
Karena itu  saya sering membawa aneka cemilan dan kopi panas dalam mug yang besar ke pinggir dermaga.
Malam itu saya menikmati pemandangan indah  ,  sambil makan martabak yang lezat gurih  dan kopi panas yang sedap , ah , … kombinasi yang sulit terlukiskan .
 Karena  sering saya lakukan ,  kemudian  jadi kebiasaan yang nyaman , jadi  ketagihan .
Sejak itu saya tidak alergi lagi dengan kopi, bahkan terkadang dengan minum kopi dan cemilan , rasanya masih tergambar jelas pemandangan malam larut  , dilaut  lepas nan tak terlupakan itu.

Sekarang , kebiasaan itu tetap berlanjut , tetapi saya dengan anak saya lebih  memilih kopi putih /white coffee saja .Kopi itu  agak ringan dan terasa  lebih pas .
Juga  karena  yang jelas  tiada ada ampas bagi kami , minumnya tidak repot , tapi  mulus dan nikmat , segar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar