Kamis, 24 Mei 2012

Haaa , ….. Puber Ketiga ?

Sedang puber ketiga ?. Gambar:happynews.com
Lebih saya perhatikan dikaca spion , sepertinya mobil belakang memberi tanda dengan lampunya.
Rupanya mobil Rieke , salah seorang sahabat saya.
Saya agak minggir , mobil itu menyalip dan wanita dibelakang setir memberi tanda saya untuk berhenti dan mepet dipinggir jalan.
Rieke , dia seorang dokter yang bertugas disalah satu Puskesmas dipinggir kota , saya lihat turun dengan tergesa.
“ Banter banget sih nyetirnya , aku ngejar sejak dari perempatan itu,….aduh, gawat nih mbak ! “ dia langsung cerita ketika dekat.

Sepintas dia cerita tentang ayahnya , yang baru saja pensiun dan sekarang sedang ber
“ intim-ria “ dengan seorang wanita muda yang pantas jadi cucunya.
Wah , tetapi karena saya tergesa ada tugas , terburu-buru , jadi saya berjanji akan datang kerumahnya selesai semua pekerjaan saya.

Sambil nyetir, saya ingat-ingat ayah Rieke .
Pak Rekso , ayah Rieke adalah pria sepuh yang berumur enampuluhan tahun lebih.
Bekas pejabat suatu instansi dikota ini , dan sekarang sudah pensiun.
Punya beberapa usaha, tapi saya kurang tahu dibidang apa.
Orangnya gagah dan tampak awet muda diusianya yang sepuh itu.
Ditambah dengan keadaannya yang serba ada, membuat beliau makin punya “ daya magnit “ , daya tarik juga.

Ibu Rekso, ibunya Rieke adalah profil seorang wanita yang serba sederhana dan baik.
Lembut , santun, ramah , nurut , selalu percaya dan ah, pokoknya terlalu baik hatinya.
Hanya sayang , penampilan beliau kurang chic , kurang rapi dan anggun untuk seorang
“ lady “ yang serba kecukupan dan matang mantap seperti beliau.

Siang itu saya langsung keumah Rieke, dia sudah menunggu dengan segala penganan dan kudapan yang digelar di meja makannya.
Kita langsung menuju meja makan dan sambil mencicipi segala yang digelar , dia buka isi hatinya yang mendesak.
Ceritanya, suatu malam, Rieke dan suaminya akan makan disuatu resto yang sedikit diluar kota.
Ketika akan masuk, tampak ayahnya dan seorang wanita muda memasuki mobil dan keluar dari resto itu.

Karena penasaran , paginya dia menanyai sopir ayahnya dan memang terbukti ayahnya memang sedang berakrab-ria dengan seorang wanita muda, karyawati ayahnnya yang baru berumur 24 tahun, jauh lebih muda dari Rieke sendiri.
Dan macam seorang detective, yang dapat job, dia terus me-mata2-i ayahnya.

Melacak identitas si wanita, dari status, pekerjaan, domisili dan lain sebagainya.
Komplit , sampai gaji wanita itu dia tahu, diapun mengerti jika suami wanita itu sedang non-job alias nganggur.

Untuk melapor pada ibunya dia tidak berani, resikonya terlalu berat, dia bingung.
Dia kemudian mendatangi wanita itu dan mendampratnya habis2-an.
Dan pagi tadi, sang ayah datang kerumahnya , dia ganti didamprat oleh ayahnya, sebagai anak yang tak tahu diuntung.
Selalu mau campur urusan orangtua, tidak mengerti persoalan dan sebagainya dan banyak lagi yang lain.
Rieke bercerita sambil bertopang dagu, matanya berkedip-kedip, berpikir.

“ Ehem,…kira2 bagaimana gambaran orangnya ? “ , saya sebetulnya ingin bertanya, bagaimana jika dibanding dengan ibunya.
“ Ah, sebetulnya memalukan, bukan bandingan bapak atau ibu. Yah karena itulah jadi sulit untuk diajak diskusi atau omong. Tetapi karena masih muda , cukup cantiklah , tetapi yang jelas dia itu SEN –DU “ Rieke tertawa.
Sen-Du adalah istilah untuk SEN-ang DU- it , menurut istilah kami.

Rieke kemudian mengajak saya untuk kerumah ibunya, menceritarakan terus terang.
Saya sebetulnya ngeri juga, jika sampai terjadi apa2.
Lagi pula saya segan , karena pak Rekso itu teman ayah saya.
Rieke sebetulnya takut juga kalau sampai terjadi apa-apa dengan ibunya.
“ Kamu kan yang dokter , kalau ada apa-apa “ , saya beralasan.
“ Tapi kamu lebih pinter ngambil hati orang tua kayak ibuku,….bla bla bla “ , diapun terus mendesak , me-minta , memohon , sampai saya luluh.
“ Bawa tas doktermu kalau nanti ada apa-apa “ , saya berpesan.
“ Oke … boss “ , dia mengangkat jempolnya.

Suatu sore , saya dan Rieke datang kerumah keluarga Rekso , belum saya tanya , dia sudah menunjuk tas dokternya.
Saat memasuki rumah yang besar itu , saya lihat bu Rekso sedang asyik dengan kebun anggrek disamping rumahnya yang indah dan asri.

Bu Rekso menyambut Rieke dengan ciuman yang hangat dan kemudian memeluk dan mencium saya.
Terus terang saya deg-degan dan groggy , agak salah tingkah juga.
Berbasa basi sekedarnya , dan sebelum bercerita, bu Relso sudah berkata.

“Oh , iya, tadi bapak sudah cerita semua, dan beliau janji akan menyelesaikan semua dengan baik ! “ bu Rekso tersenyum.
“ Ibu sebetulnya malah kasihan dengan bapakmu. Saat ini dia memang sebetulnya sedang membutuhkan suatu pengertian yang dalam. Post-power-syndrome sedang melandanya , ini puber paling bontot,paling akhir, puber ketiga, habis2-an.
Sudah tidak ada artinya lagi bagi seorang isteri, malah ibu jadi kasihan dengan bapakmu.
Jiwanya kurang yakin dengan dirinya “ , bu Rekso menerawang jauh.
Post –power –syndrome , adalah suatu masa yang bisa menimpa bapak-bapak pejabat yang mulai kehilangan kekuasaannya , missal jika pensiun sudah tiba.
Bu Rekso memeluk kami berdua : “ Sudahlah , ayo kita masuk. Ibu tadi bikin pastel panggang yang khusus, enak deh. Ibu percaya, ayahmu akan menyelesaikan semua dengan baik “ , beliau berkata dengan pasti.
Rieke dan saya berpandangan kemudian tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar