Selasa, 15 Mei 2012

Ibu Mertua : Pencipta Sang Diktator


Saling silang yang tidak perlu. Gambar:eka-mama.ru
Karena sudah lama janji dengan Lina, salah satu saudara sepupuku,  hari ini aku memerlukan datang kerumahnya.
Lina dengan aku cukup akrab , kita biasa berhahahihi bersama dan dia merupakan pribadi yang menyenangkan juga.
Sesudah Lina menikah kemudian suaminya dipindah kedaerah Indonesia timur , kita seolah terputus hubungan.
Aku sendiri  saat itu juga masih pontang-panting, karena suami ditugaskan di  daerah Indonesia barat.
Tapi dari sana dia masih saja sering menulis surat dengan berpanjang lebar tentang hidup perkawinannya , yang terasa jauh dari harapan dan mimpi2nya dahulu.
Ternyata ibu mertuanya ikut dengan mereka pindah juga bersama , dan inilah pokok permasalahannya.

Ketika aku datang , kami berangkulan, dan aku  lihat dia kurusan dan sepertinya kurang segar , tampak agak murung.
“ Kok kamu langsing  ? “ , aku tanya , nggak enak bilang dia kurus dan lusuh.
“ Makan ati ! “ , dia jawab ketus.
“ Enak dong, apalagi dibikin sambel goreng , pakek kentang wortel pete , pedes2 dikit , pasti gurih …. “ aku coba nggoda dia.
“ Mending,…. “ , kami duduk dan dia mulai cerita tentang pernikahannya.
Bercerita yang mengharu-biru , dan  sering aku coba berkelakar , ingatkan cerita2 lucu tempo dulu , aneh, sepertinya enggak nyambung , dia banyak berubah dari perangai dulu waktu kita masih muda.

Ditengah ceritanya yang menggebu, tiba2 dia melihat jam.
Dan dia seolah terpaku, kulihat jam itu juga , jam 14.00, jam dua.
“ Oh , mas Adi dan mami sebentar lagi datang “ ,  dia langsung bangkit dan membenahi segala yang tadi berserakan dimeja.
Minumanku  dan segala kue  dan kudapan diangkat pula ,
“ Ntar aku ganti  “,  dan dia memanggil dua pembantunya dan acara berbenah itupun lanjut.
Sebentar kemudian minuman itu dan segala kue dan kudapan  plus tempatnya datang lagi tapi  sudah berganti semua , lebih rapi tertata .
Ibu Lina yang kebetulan  berkunjung juga ikut ribut berbenah, meja makan ditata  dan bersih2 perabot  pula, suasananya ribut jadinya.

Aku merasa bersalah juga, bertamu kok lama banget , sampai mungkin mengacaukan jadwal harian mereka.
Aku lihat Lina juga berganti baju,  aku bertanya-tanya.
Untung suamiku  datang menjemput , maunya sih langsung pamit , nggak enak juga lihat suasana ribet gitu.


Tiba-tiba seperti ada komando, nyonya rumah tergegas  lari membuka pintu , kami juga serentak berdiri.
Dan seperti acara2 resmi diteve, saya lihat betapa sang suami datang bersama maminya,
Dan setelah melihat kami, beliau menyalami dan maminya memeluk aku dan langsung matanya menatap meja yang penuh hidangan.
Kemudian mereka berdua ngeloyor langsung kebelakang.
Suasana diruang tamu itu terasa sunyi sepi, kayak ada setan lewat.

Ketika aku dan suami mau pamit, dua pembantu itu masuk dan membenahi kue dan kudapan plus minumannya juga.
Aku kok bingung ya ?
Sebentar kemudian sang mami keluar, sudah ganti baju beserta sang putra , suami Lina , yang sudah ganti pakai batik lengan panjang.
“ Aduh , maaf ya , ada tamu kok suguhannya kayak di warung,….bla, bla , bla, ( beliau tanya2 kabar keluarga aku ) ….tante tadi punya macaroni schotel enak lho , ini  harus dicicipi   …” dan dua pembantu itu datang lagi , membawa satu tea set indah komplit dengan piring kue besar- schal-  yang berisi macaroni schotel yang enak , penuh lelehan keju , juga ada piring kuwe kecil plus sendoknya.
Temu ramah ini suasananya kaku, resmi dan rasanya aneh sekali.

  Wah , tante schotelnya enak sekali  “ , aku coba memecah kesunyian itu.
Dan sang mami itu langsung bertepuk  :  “ Iya kan, tante selalu bilang, gitu kalau masak,… dll…dsbnya….etc…etc” dan banyak lagi perkataan beliau, yang menurutku amat , seolah menyudukan Lina.
Saya lihat Lina duduk diam saja, seolah tanpa ekspresi meskipun tampak senyum.
Dimobil aku termenung , memikirkan adegan drama dirumah Lina .
Lucu juga seperti baru diundang pada jamuan resmi acara “ minum teh “ dari maharaja diatas angin, antah berantah.


Beberapa waktu kemudian  Lina datang kerumahku , masih kusut saja.
“ Nenek sihir itu suka sama kamu  “. katanya tanpa ujung pangkal.
“ Maksudmu ? “, aku tanya tidak mengerti.
‘ Iya, maminya Adi suka sama kamu, katanya kamu itu menantu ideal,  santun ,ngerti dan menurut sama mertua  “ kata Lina serius.
Aku  berpikir sejenak , mencoba ingat2 apa yang aku perbuat dirumah Lina, sampai mertua Lina yang  sok galak itu langsung “ jatuh hati “ padaku.
Aku ketawa  : “ Hei , dengar , kamu kenal aku sejak muda kan ?, Aku ketemu mertuamu cuma beberapa saat ,  kalau dia ngerti asliku,  dia pasti setrok dadakan ! “  aku ketawa , tiba2 Lina kemudian  juga ketawa.
Dia mungkin baru sadar bahwa aku bukanlah seperti yang dibayangkan mertuanya.
“ Mungkin kamu nggak pernah memuji dia ya ? “ aku pancing dia.
“ Memuji ? , lihat mukanya aja aku sudah stress , sudah nek/mual duluan ! “ ekspresinya tampak sengit.
: Coba deh, puji dia. Yah, sekedar sedikit rasa terima kasih kamu, karena dia sudah mendidik suami kamu sejak bayi, sebenarnya suami kamu kan cukup baik.

Kamu lebih muda, sepatutnya ngalah dan kamu juga pasti kalah pengalaman dari beliau ,
Terlebih dia pasti lebih mengenal suamimu  lebih lama dari kamu ,…see  ? “
“ Tidak segampang itu , “ dia termenung.

Hidup rumahtangga Lina penuh dengan aturan2 yang diterapkan oleh keluarga suaminya.
Dan itu samasekali berbeda dari cita2-nya semula , sejak menikah.
Tapi suaminya tidak berdaya,  ibu mertuanya kelewat dominant .
Hidupnya penuh penderitaan, korban perasaan , harus ini, harus  itu, yang sesuai dengan pola yang dibuat oleh mertuanya.
Kepribadiannya hilang, dan dia  selalu mengorbankan ego dan perasaannya sendiri.
Hidupnya selalu bersandiwara, sandiwara pahit tentu saja.

Aku mendesah, ah, tragisnya wanita Indonesia.
Pada jaman yang katanya sudah emansipasi ini, dijaman millennium ini, ternyata mereka masih dijajah juga.
Dijajah oleh suaminya sendiri,  layak seorang dictator tangan besi ,
Dan herannya segala bentuk penjajahan  itu berasal dari doktrin ibunya .yang mestinya seorang wanita juga.
Seyogyanya kejadian ini bisa sebagai bahan untuk renungan bagi ibu2 yang mempunyai anak laki2.
Mereka dapat mendidik putranya untuk berlaku baik, wajar dan selalu menghormati serta tidak merendahkan wanita.
Ini pasti demi kepentingan wanita juga,  mestinya harus dari wanita jua.
Bukankan wanita adalah pendidik pertama dan utama dari semua generasi ?


Aku tergelak  ketika  terima undangan masak bersama dengan Lina dan mertuanya.
“ Kamu sudah memujinya kan ? “ aku bertanya .
“ Belum , aku baru cerita pengin belajar masak sama dia,..eh, beliau “ dia terkikik.
“ Dan kamu harus datang , nanti kita puji bersama , supaya dia,.eh. beliau  makin yakin ! ,….ayo, bantu aku , please ? ,  bener ya  ? “ dia seolah merayu.
“ Bawa suami dan anakmu, sekali-kali mingguan dirumahku. Beri  aku semangat !”
Aku sanggupi , senyampang minggu ini juga tidak ada acara bagi keluarga.
“ Satu loyang aku bawa pulang ya , mahal lho ngundang aku  ? “
“ Kata mami ,  beliau mau  keluarin resep rahasianya khusus buat kamu , pasti  boleh kamu  bawa pulang , dua loyang juga boleh kok  “ , dia ketawa renyah.



Caprib  ( Catatan  Pribadi  ) :

Adalah suatu kesalahan untuk membiarkan kehidupan  itu menjadi rumit ,
Kehidupan sebenarnya sangatlah sederhana , dan hanya dengan memikirkannya  secara positif , ia dapat menguasainya.
                                            ( Feather ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar