Kamis, 03 Mei 2012

Tersesat Mancing : Dikejar Gerombolan Gajah ?


Jangan sampai seperti ini. Gambar:haxims.blogspot.com
Suatu kebiasaan, kalau tidak ada acara, kami pasti bergadang  dilaut  naik kapal sambil mancing , atau mencari sungai besar yang siap kami tantang untuk  fishing - maniak.
Itu memang yang merupakan hobby, olahraga dan rekreasi bagi keluarga saya.
Kadang juga di dermaga  pelabuhan/tempat sandar kapal, biasanya jika malam libur, kade sepi, suasananya tenang , bersih dan terang sekali.

Sering kami membawa anak, eyang dan seorang pembantu jika cuaca kelihatan bersahabat.
Jeep kami sudah dimodifikasi suami, sehingga macam  “ rumah kedua “ bagi kami.
Segala keperluan berkemah tersedia , ditambah perlengkapan mancing yang komplit.
Semalaman kadang kami bergadang  di alam terbuka dan betapa mempesona keadaan dimalan yang  larut hening ,  dengan desau air laut dan angin  samudra  nan segar semilir.


Dan  pengalaman ini terjadi di Palembang , sewaktu suami masih bertugas disana.
Waktu itu kami hanya bertiga, suami , saya dan pak Po, seorang sahabat yang crazy mancing maniak.
Keluar dari Palembang, kami mengikuti aliran sungai Musi, hari sudah jam 16.00 lebih, kami bermaksud menginap didekat perairan sungai Musi yang masih cukup lebat hutannya.
Beberapa desa kami lewati, pemandangannya indah, karena disana-sini ada api yang menyala keluar dari tanah, daerah Palembang memang kaya dengan hasil tambang minyaknya., kalau malam tampak lebih molek  dan  exotis..


Karena ingin mengamati  suasana , mencari tempat yang cocok, saya yang pegang setir. Dan kedua co pilot saya sibuk tengok kiri kanan cari tempat yang kami inginkan.
“ Kiri,.. kiri “, tiba-tiba suami berkata dan sayapun menghentikan jeep saya, dikiri jalan terlihat hutan yang cukup lebat..
“ Sungainya belok kesana “, sayapun melanjutkan jalan belok kiri, masuk hutan.
Hutan ini lebat banget , agak sulit saya cari –cari celah diantara pohon2 yang besar .
Ketika mobil sudah kesulitan cari jalan, karena tumbuhannya terlalu rapat, mereka berdua turun sambil membawa parang untuk menebangi perdu semak belukar untuk membuat jalan setapak, bagi mobil kami tentunya.


Parang orang Palembang berbeda dengan sabit orang Jawa, parang itu bermata pisau yang bukan main tajamnya, memanjang lurus kurang lebih 40 – 50 cm, dengan tangkai panjang juga, kesemuanya kira-kira 1 meteran.
Katanya hal ini untuk penangkal, jaga-jaga kalau ada ular yang saat itu masih banyak berkeliaran, juga binatang  berbisa lainnya.
Kemanapun kita pergi , juga selalu pakai sepatu boot untuk maksud yang sama, terlebih didaerah hutan.


Dan tiba-tiba mereka berhenti, dan memberi tanda tahan untuk saya yang mengiringi dibelakang mereka , dan ,..ups

Dimuka ada sebuah tanah lapang yang bersih dari semak belukar, kelihatan aneh , ada lapangan terbuka sebesar itu ditengan hutan lebat seperti ini.
Dan dikejauhan nampak sungai besar yang menjadi tujuan.
Saya lihat kiri kanan, tidak ada perkampungan atau ladang penduduk,  hanya sayup terdengar suara serangga hutan dan sayapun memarkir  “ rumah kedua “ saya itu didekat pohon besar dipinggir lapangan bersih terbuka itu.


Karena sungai kelihatan masih jauh, senyampang ini ada tempat baik, kami istirahat disini,sambil mengisi perut.
Tikar lipat kami gelar, dan saya mulai menurunkan bekal yang tadi sudah disediakan dari rumah.
Ada  nasi goreng plus lalapan, ayam goreng ,  juga beberapa snack dan kletikan.
Tak ketinggalan kopi panas dan teh panas dalam termos  ,  juga  air putih dalan jerrycan.
Kami makan cukup lahap, sambil nyruput kopi panas yang masih kebul2, terasa segar .
Rupanya kami tersesat , sungainya ternyata membelok kearah lain, sehingga makin menjauh, dari jalan yang  tadi kami rintis…. wah .


Tiba-tiba saya melihat seorang laki2 berdiri, berpakaian putih dan memakai ikat kepala khas.
Hari sudah rembang petang, matahari sudah  mulai condong masuk keperaduannya.
Kami bertiga kaget juga , dan suami saya langsung bangkit dan
“ Bapak dari mana  ? “ , suami sayapun menjelaskan semua maksud  kedatangan kami.
“ Tapi bapak harus  segera pergi dari sini  “, pintanya sopan tapi tegas.
 “ Karena sebentar lagi akan datang gerombolan gajah yang kesini. Ini lapangan tempat mereka  kumpul  ! “.
  Gerombolan Gajah ? “ dan tanpa bilang ba atau bu lagi, kamipun segera mengemasi segala peralatan makan itu dan segera cabut dari situ.
Jeep langsung saya starter dan gas saya tekan, cepat balik meninggalkan tempat itu.


Saya lirik dari spion, suami dan pak Po selalu melihat kebelakang dan kelihatan gugup :
  Ayo , cepat – cepat  “, mereka seolah sudah melihat gerombolan gajah yang datang.
Untung tadi  sudah ada panduan jalan  setapak yang mereka buat , meskipun begitu saya cukup panik juga.
Ada beberapa perdu dan gundukan tanah yang saya terabas dan terjang sehingga jeep ini pontang panting , untung tidak nabrak pohon atau terbalik.

Sayapun sempat lirik kiri – kanan ,  kemana ya bapak tadi , disekitar  situ sepertinya tidak ada  rumah  penduduk ,  ladang  atau perkampungan.
Jangan –jangan ,……aduh, saya mrinding juga , jangan2 beliau penunggu hutan ini yang sengaja datang  memperingatkan kita.
Kami betul2 minta maaf , karena ketidak tahuan dan keteledoran  kami


Rasanya lama sekali dan saya baru lega ketika didepan terlihat ada jalan besar.
Saya belum juga menghentikan mobil  saya dan baru berhenti setelah kami memasuki sebuah desa pinggir jalan, dan sudah tampak ada manusia dan kendaraan lewat.


Kami menarik nafas lega, dan sekali lagi melihat kebelakang, tidak tampak ada gerombolan gajah kok.
Tiba-tiba kami baru sadar, bahwa selama ini yang pegang setir itu saya.
Padahal dari tiga orang ini, saya yang paling bontot, yang jago nyopir ya mereka berdua.
Kok saking gugupnya, mereka mau saja menyerahkan nyawa mereka pada saya ,  yang jam terbangnya kalah jauh dari  mereka dalam bidang setir menyetir mobil.
Betapa gampangnya otak dan reflex manusia dipengaruhi rangsangan yang tak terduga dan tiba-tiba, sehingga kecepatan reflex mengalahkan pikiran logis otak.

Kami tertawa geli , suami memeluk saya dengan erat dan sambil naik ketempat duduk, masih terasa tangan saya dingin semua dan kaki masih sedikit  bergetar.
Suami mengatakan kalau saya nyopirnya tadi kuenceng sekali., sampai mereka berdua ngeri., dan kalang kabut pegangan sana – sini.

Setelah istirahat , minum teh panas dan sedikit snack, kamipun melanjutkan perjalanan.
Kali ini yang pegang setir suami saya , saya masih nikmati snack dan teh anget .
Terus terang kami deg2-an banget , siapa nggak ngeri, dikejar  gerombolan  gajah ? , benar2 sport jantung.

Sayapun mikir –mikir  , barangkali jika ada rally ala Paris – Dakkar dan saya ikut .
Pasti bisa menang deh , …asal  ada gerombolan  gajah yang mau  mengejar – ngejar dibelakang mobil saya …xixixi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar